Kepemimpinan
Sebagai Negarawan (Prabu ing Palanka)
Sebuah bangsa bisa banyak melahirkan para pemimpin yang berkualitas, tetapi
belum tentu mampu melahirkan sosok-sosok Negarawan yang unggul. Seorang
pemimpin baru bisa dikatakan sebagai pemimpin yang hebat, mumpuni, bila ia
sudah mampu bersikap sebagai seorang Negarawan dalam arti kata, seorang
Negarawan pasti seorang yang pemimpin, tetapi seorang pemimpin belum tentu
mampu bersikap sebagai seorang Negarawan.
Ada pun
sikap-sikap yang harus dipunyai oleh seoarng Negarawan seperti yang tersurat
dalam Amanat Galunggung Rekto 1:
a. Jangan
bentrok (Mulah Pabuang)
b. Jangan
berselisih paham (Mulah Pasalahan paksa)
c. Jangan
saling bersikeras (Mulah Pakeudeu-keudeu)
d. Jangan
mempertentangkan tentang kebenaran (Mungku
urang mimprangkeun dibener)
e. Jangan
saling curiga (Mulah nenget sama hulun)
f. Jangan
berebut kedudukan (Haywa pa ala-ala
palungguhan)
g. Jangan
berebut pekerjaan (Haywa pa ala-ala
pamonang)
h. Jangan
berebut jasa (Haywa pa ala-ala demakan)
i. Jangan
merampas milik orang lain (Mulah
ngarampas tnap dwasa)
j. Jangan
menyakiti orang lain (Mulah midukaan
tnapa dwasa)
k. Hendaknya
hidup rukun (Masing Rampes)
l. Jangan
sampai tanah leluhur dikuasai orang lain – Cinta tanah air (Jaga dapetna pretapa, dapetna pegengeun
sakti Beunangna ku asing).
Itulah
sikap-sikap khusus yang harus dimiliki oleh seoang pemimpin sebagai Negarawan,
bahkan ada amanat khusus yang mentikberatkan pada arti penting cinta tanah air.
Yakni, agar para ksatria, para generasi muda kader penerus bangsa mampu
mempertahankan tanah leluhurnya (kabuyutan),
mampu mempertahankan tanah airnya jangan sampai terkuasai oleh orang asing atau
para kapitalis.
Bahkan
karena dianggap sangat penting sikap untuk mempertahankan tanah air ini,
sampai-sampai ada sumpah atau amanat khusus dari seorang raja Galuh Prabu Darma
Siksa (abad XII) bagi para penerusnya, bila tidak mampu mempertahankannya. Maka
ia dikatakan lebih hina dari sampah yang paling busuk yang ada di jarian.
Yakni:
§ Jaga
direbutnya / dikuasainya tanah leluhur oleh orang lain (Jaga beunangna kabuyutan ku sakalih).
§ Akan
banyak para pedagang yang ingin merebut tanah leluhur (Banyaga nu dek ngarebut kabuyutan).
§ Yakni
orang-orang asing yang ingin merebut tanah leluhur (Asing iya nu meunangkeun kabuyutan).
§ Lebih
berharga kulit musang ditempat sampah daripada Rajaputra tidak mampu
mempertahankan tanah leluhur yang direbut orang lain (Mulyana kulit lasun di jaryan, modalna rajaputra antukna beunang ku
sakalih).
Di
dalam SSK-Rektor III dijelaskan, sikap pemimpin sebagai Negarawan “hendaknya
berbuat kemulyaan yang menitikberatkan pada satunya pikiran, perkataan, dan
perbuatan” (maka pada mulya, ku ambeg, ku
sabda, ku hidep) atau sikap “Bawalaksana”
(komitmen, konsisten, konsekuen, dan bertanggung jawab) sebagaimana diungkapkan
dalam buku Sabda Pandita Ratu, sebagai sikap utama yang harus dimilki oleh
seorang pemimpin. Sehingga pimpinan sebagai Negarawan (Pandita Ratu). Berbuat tidak untuk mengejar kedudukan (kalungguhan), tidak mengejar
jabatan/pekerjaan (pamonangan) atau
mengejar jasa dan rejeki (demakan),
mengejar sebuah posisi (position)
atau status. Tetapi, lebih menitikbeatkan pada role (peranan) atau perbuatan (action).
Yakni sebagai “Leader by action is not
leader by position” atau Leadership
by role but not leadership by status”.
Untuk mengejar kamulyaan bangsa dan
negara, dilaksanakan dengan “Bawalaksana”
(komitmen, konsisten, konsekuen) dengan sepenuh tanggung jawab berikut segala
resikonya. Hal ini sejalan dengan hadis dan Al-Qur’an bahwa “Tidak Aku jadikan engkau khalifah dimuka
bumi melainkan nanti akan Aku minta pertanggungjawabannya”, sehingga
sebagai seorang pemimpin harus mampu bertangung jawab baik lahir maupun batin,
dunia maupun akhirat. Makanya golongan pertama manusia yang akan masuk surga
adalah seorang pemimpin yang adil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar