Konsepsi
Tata Tentrem Kerta Raharja
Arti harfiah dari konsep Tata Tentrem
Kerta Raharja ini adalah sebuah konsep untuk membangun bangsa dan negara
yang diawali oleh tahapan:
a. Menata
dulu aturan-aturan, tujuan, visi, misi yang jelas, situasi dan kondisi suatu
wilayah termasuk sumber daya-nya (tata = mengatur).
b. Bila
sudah tertata sesuai dengan aturan yang disepakati bersama dan dijiwai semangat
kebersamaan, maka akan tercipta situasi dan kondisi yang aman (tentrem = aman
tertib).
c. Selanjutnya
bila sudah tercipta suasana yang tata tentrem maka suasana dan gairah kerja pun
akan terbangun dengan sendrinya (kerta = kerja).
d. Pada
akhirnya apabila gairah kerja sudah terbangun dengan maksimal, maka secara
otomatis kesejahteraan pun akan segera terwujud dengan pasti.
Konsepsi
Tata Tentrem Kerta Raharja ini bila
ditelusuri lebih jauh, berawal dari konsep Prabu Wastu Kencana sebagai raja
Sunda-Galuh (1382) atau juga dikenal sebagai Prabu Siliwangi ke-2, dalam
prasastinya yang ditemukan di Astana Gede Kawali Ciamis – Jawa barat yang
intinya berisi: “Bila ingin jaya
bernegara, harus mampu membangun kekuatan dengan kedamaian, membangun kekuatan
dengan kerendahan hati dan siapa pun yang tinggal di wilayah ini jangan
serakah karena hanya akan mengakibatkan celaka” (pakeun heubeul jaya dibuana, pake gawe kreta bener, pake gawe kreta
raharja, nutinggal dibumi atis ulah botoh bisi koboro).
Pengertian secara umum dari prasasti Kawali tersebut menyiratkan bahwa
prasyarat untuk mencapai kejayaan itu, yang pertama adalah harus mampu
mendciptakan kondisi yang damai, karena dalam kedamaian itu akan tumbuh sebuah
kekuatan, baik kekuatan lahir maupun batin. Maka, para orang tua yang ingin
menyempurnakan hidupnya kala itu mencari tempat yang sepi, hening, dan damai
untuk bertapa. Para nabi pun ketika mendapat wahyu sebagai Firman Tuhan didapat
di dalam suasana yang hening dan damai.
Dalam situasi damailah, kita akan mampu membangn suasana kerja yang benar,
membangun kebenaran yang sebenar-benarnya (kreta
bener). Maka selanjutnya akan menjadi jembatan emas ke arah terwujudnya
masyarakat yang adil dan makmur kerta raharja (kreta raharja), di mana dalam Fragmen
Carita Parahiyangan, kerta raharja
ini lebih dikenal dengan istilah: Ngertakeun
jalma rea (kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat) atau Ngertakeun bumi lamba (tanah air yang
subur makmur) yang selanjutnya lebih dikenal dengan konsep “Tata Tentrem Kerta Raharja”. Sebuah
konsepsi ideal sesuai Pancasila (Sila ke-5), keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia atau dalam konsep agama Islam dikenal sebagi Negara yang Baldathun Thoyibatun Warobun Ghaffur.
Kemudian, bila menelaah arti dari “membangun kekuatan dengan kerendahan hati”
menyiratkan bahwa sebagai seorang pemimpin yang mumpuni dalam menggerakan masyarakanya harus bersifat rendah hati
tidak mengedepankan kekuasaan secara arogan atau sombong. Karena seseorang
dipercaya sebagai pemimpin pada hakekatnya merupakan sebuah amanah yang
diberikan oleh masyarakat/bawahan, sehingga apabila lupa diri dan bersifat
sombong dengan kekuasaan yang dimiliki maka akan hilang musnah (ulah batengeh bisi kateker) sebagaimana
filosofi Kampung Naga atau juga sebagaimana tersurat dalam naskah Amanat Galunggung yang dikenal sebagai Elmu Pare (Ilmu Padi) yang intinya kian
berisi kian merunduk.
Hal tersebut sejalan dengan konsepsi agama Islam yang mengajarkan agar ssetiap
manusi bersikap tawadhu. Di dalam Al Qur’an disebutkan,”Dan rendah hatilah engkau terhadap orang-orang yang mengikutimu….”
(Al Syu’ara 26:215), “Wahai manusia,
janganlah engkau sekali-kali berjalan di muka bumi dengan sombong” (Al
Lukman 31:18 / Al Isra 17:37). Serta hadist Buchari Muslim, “Maka siapa pun yang berjalan di muka bumi
dnegan sombong akan terputus dari rahmat-Ku, dan barang siapa yang di dalam
hatinya terbesit rasa sombong walau sebesar debu, maka dia tidak akan mencium
bau surga”. Disamping itu, jangan pula sekali-kali bersifat serakah
yang hanya mementingkan kepentingan duniawi baik dalam mencari kedudukan maupun
rejeki, karena barang siapa yang serakah maka dia akan celaka (ulah bobotoh bisi kokoro), sebagamana
disebutkan dalam surat Ali Imron (3:185), “Kehidupan
dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”.
Masalah kepemimpinan, berkelindan erat dengan unsur silih asih, silih asah,
dan silih asuh yang sarat dengan
nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Untuk itu selayaknya diejawantahkan oleh seorang pemimpin
sebagai master dalam kepemimpinannya sebagaimana dilakukan oleh raja Sunda yang
bergelar “Prabu sSiliwangi”, raja yang legendaris, serta dicintai masyarakatnya,
karena telah berhasil memberdayakan dan mensejaherakan rakyatnya
Mohon izin komentar Jenderal dari saya AIPTU Suratmi POLDA JATIM
BalasHapusTulisan yang sangat bermanfaat Jenderal. Semoga ada calon pemimpin yang membaca tulisan ini supaya mereka terbuka fikirannya untuk apa negara itu diciptakan dan bagaimana cara memimpin rakyat yang baik dan bener. Supaya mereka tidak hanya terfikir bagaimana mensejahterakan golongan partai saja. Rakyat sangatlah merindukan pemimpin yang Tegas Adil Jujur dan Berperi Kemanusiaan. Indonesia Raya Merdeka Merdeka Hiduplah Indonesia Raya.