Ajaran Kepemimpinan Mahapatih Gadjah Mada
Dalam khasanah sejarah kepemimpinan di
Nusantara, Maha Patih Gadjah Mada adalah sosok fenomenal dan melegenda. Namanya
tercatat dalam tinta emas karena prestasi yang dilakukannya. Dengan demikian,
tidak salah jika kita mengambil pelajaran berharga soal kepemimpinan dari tokoh
yang satu ini. Banyak ajaran Gadjah Mada ini yang masih relefan untuk diterapkan hingga
saat ini. Itulah sebabnya kepemimpinannya mampu menjadi legenda di zamannya.
Keprabuan Majapahit mengalami zaman
keemasan selama pemerintahan Tribhuana Tunggadewi Jayawisnu Wardhani yang
diteruskan oleh putranya Hayam Wuruk yang bergelar Sri Rajasanegara. Dalam masa
itu, yaitu kurun waktu antara tahun 1328M s/d 1389M Keprabuan Majapahit
mengalami zaman keemasan, menguasai seluruh Nusantara, kecuali dua kerajaan
kecil di Jawa Barat, yaitu Sunda Galuh dan Sunda Pakuan.
Dengan kekuasaan yang begitu luas
cakupan pengaruhnya itu tentu bisa dibayangkan kharisma tokoh dibalik itu
semua. Bahkan ada yang menyatakan bahwa daerah kekuasaannya adalah mulai dari
Madagaskar sampai Papua, ke Utara sampai Filipina. Semua itu tentunya akibat
dijalankannya ajaran-ajaran luhur, termasuk ajaran kepemimpinan. Hal ini tidak
terlepas dari peran Mahapatih Gadjah Mada yang terkenal dengan Sumpah
Palapanya.
Dengan tekadnya yang kukuh, Gajdah Mada
memimpin bangsanya untuk menyatukan Nusantara, dengan harapan agar persatuan
dan kesatuan tersebut dapat melindungi bersama dari ancaman bangsa di utara
yang waktu itu dikenal dengan nama bangsa Tartar. Majapahit membangun kekuatan
armada lautannya sedemikian kuat terdiri atas ratusan kapal perang dibawah
pimpinan laksamana Nala, dan juga pasukan darat yang handal, dengan inti
kekuatan pasukan khusus Bhayangkara.
Adalah wajar bila Gadjah Mada
memiliki ajaran-ajaran khusus kepemimpinan yang dipedomani dan
diajarkan selama masa kekuasaannya. Dan ajaran-ajaran kepemimpinan itu
benar-benar dipatuhi oleh setiap pejabat dan rakyat yang berada dalam barisan
birokrasi saat Gadjah Mada berkuasa.
Beberapa ajaran kepemimpinan itu
diantaranya tertuang dalam 18 tatanan, diantaranya adalah :
1) Wijaya, pemimpin harus mempunyai jiwa tenang, sabar, bijaksana, dan tidak
lekas panik dalam menghadapi persoalan. Hanya dengan jiwa yang tenang, setiap
masalah dapat diselesaikan dengan baik. Dengan jiwa tenang memungkinkan setiap
persoalan bisa diselesaikan dengan penuh perhitungan tidak dengan emosi. Bahkan
dengan jiwa tenang, persoalan seberat apapun pasti akan ditemukan jalan keluar.
Ketenangan dalam berfikir menunjukkan adanya kematangan dan kearifan. Orang
macam ini tentulah memiliki pemahaman yang luas tentang masyarakatnya. Ia tidak
akan mengambil keputusan secara terburu-buru. Namun ia juga tidak lambat dalam
mengambil keputusan. Semua dilakukan pada saat yang tepat.
2) Mantriwira, pemimpin harus berani membela serta menegakkan kebenaran dan
keadilan tanpa terpengaruh tekanan dari pihak mana pun. Pembelaan disini tentu
saja terhadap suatu kebenaran. Kebenaran disini juga terhadap rakyat yang
lemah. Siapapun pemimpin yang secara nyata mampu memberikan kepedulian terhadap
si lemah pastilah ia akan disenangi rakyatnya.
Sesungguhnya yang disebut pemimpin adalah orang yang mampu memberikan
pengayoman kepada si lemah. Bila penguasa hanya membela pemodal, pemilik
kapital, kaum pintar, itu namanya bukan pemimpin.
3) Natangguan,
pemimpin harus mendapat kepercayaan dari masyarakat dan berusaha menjaga
kepercayaan yang diberikan tersebut sebagai tanggung jawab dan kehormatan.
Memimpin berarti menerima amanah. Oleh karena itu amanah harus bisa
dipertanggung-jawabkan kelak di kemudian hari. Memimpin jugabisa diartikan
menerima mandat dari rakyat. Apabila seorang tidak mampu menjalankan mandate
dengan baik, tidak mustahil mandate tersebut akan dicabut atau diambil kembali.
4) Satya Bhakti
Prabhu, pemimpin harus memiliki loyalitas kepada kepentingan yang lebih tinggi
dan bertindak dengan penuh kesetiaan kepada nusa dan bangsa. Bila pengertian
ini diperluas, maka menjadi seorang pemimpin itu harus memiliki nasionalisme
yang tinggi. Ia harus cinta tanah air. Sejengkal tanah air, adalah sebuah
harga diri. Sehingga seorang pemimpin akan dicintai dan dihormati rakyatnya
bila ia mampu menjaga tanah airnya dengan cara apapun.
Mempertahankan tanah air
adalah harga mati. Tidak ada harga diri yang lebih tinggi selain mampu menjaga
tanah air dan melindungi segenap kepentingan rakyat yang dipimpinnya.
5) Wagmiwak,
pemimpin harus mempunyai kemampuan mengutarakan pendapatnya, pandai berbicara
dengan tutur kata yang tertib, sopan, santun dan mampu menggugah semangat
masyarakat. Boleh dibilang bahwa pemimpin sebaiknya memiliki kemampuan
komunikasi yang baik. Sepintar apapun seorang pemimpin, jika tidak pandai
berkomunikasi akan menuai masalah.
Pemimpin yang baik mampu
mengkomunikasikan gagasannya sehingga dipahami dan diterima oleh masyarakatnya.
Pemimpin tidak boleh diam. Sebaliknya juga tidak patut jika banyak omong. Ia
berbicara pada saat yang tepat. Mengeluarkan pendapatnya juga di waktu yang
tepat.
6) Wicaksananeng
Naya, pemimpin harus pandai berdiplomasi dan pandai mengatur strategi dan
siasat. Disini seorang pemimpin dituntut memiliki kemampuan negoisasi. Apalagi
di era global seperti sekarang ini. Kemampuan pemimpin untuk berdiplomasi
menjadi sebuah keharusan.
7) Sarjawa
Upasama, pemimpin harus rendah hati, tidak boleh sombong, congkak, dan tidak
sok berkuasa. Rakyat selalu menghormati dan menghargai pemimpin yang rendah
hati. Bahkan mereka akan empati dan simpati kepada setiap pemimpin yang rendah
hati.
8) Dhirotsaha,
pemimpin harus rajin dan tekun bekerja, memusatkan karsa, cipta, rasa, dan
karyanya untuk mengabdi pada kepentingan umum.
9) Tan Satrsna,
pemimpin tidak boleh pilih kasih terhadap salah satu golongan,tetapi harus
mampu mempersatukan seluruh potensi masyarakat untuk menyukseskan cita-cita
bersama.
10) Masihi Samasta Bhuana, pemimpin mencintai
alam semesta, dengan melestarikan lingkungan hidup sebagai karunia Tuhan YME,
dan mengelola sumber daya alam dengan sebaik-baiknya demi kesejahteraan rakyat.
11) Sih Samasta Bhuwana. Pemimpin dicintai
segenap lapisan masyarakat dan sebaliknya, pemimpin mencintai rakyatnya. Inilah
sesungguhnya hakekat kepemimpinan yang sebenarnya. Bila di setiap Negara
terdapat model kepemimpinan yang seperti ini dipastikan rakyat dan pemimpinnya
akan bisa hidup damai sejahtera.
12) Negara Gineng Pratijna, pemimpin
senantiasa mengutamakan kepentingan Negara dari pada kepentingan pribadi,
golongan ataupun keluarga. Walaupun dalam prakteknya, kondisi seperti ini
tidaklah mudah untuk dijalankan. Sebab godaan harta dan kekuasaan selalu
membayangi setiap orang yang sedang duduk menjadi pemimpin.
13) Dibyacitta, pemimpin harus lapang dada dan
bersedia menerima pendapat orang lain atau bawahannya (akomodatif dan
aspiratif).
14) Sumantri, pemimpin harus tegas, jujur,
bersih, dan berwibawa. Menjadi pemimpin tidak boleh loyo, tidak boleh lembek,
dan perilaku sejenisnya. Perilaku demikian ini akan menjadikan pemimpin
tampak kurang berwibawa.
15) Nayaken musuh, pemimpin harus dapat
menguasai musuh, baik yang datang dari dalam maupun dari luar, termasuk juga
yang ada dalam dirinya sendiri. Musuh terbesar seorang pemimpin adalah
hawa nafsunya sendiri.
16) Ambeg Parama Artha, pemimpin harus pandai
menentukan prioritas atau mengutamakan hal yang lebih penting bagi
kesejahteraan dan kepentingan umum. Disini dibutuhkan kearifan, kebijakan, dan
kepiawaian dalam menjalankan sebuah roda kepemimpinan.
17) Waspada Purwa Artha, pemimpin selalu
waspada dan mampu melakukan mawas diri (introspeksi), untuk melakukan perbaikan.
18) Prasaja, pemimpin berpola hidup sederhana
(aparigraha), tidak bersenang-senang yang berlebihan atau yang serba gemerlap.
Bukan zamannya lagi seorang pemimpin bermewah-mewah, sedangkan rakyatnya
busung lapar.
Sesungguhnya ajaran kepemimpinan ala
Gadjah Mada tersebut sangat cocok pada zamannya. Tentu ajaran-ajaran tersebut
sebagian ada yang bisa dipraktekkan dalam situasi kekinian tergantung medan dan
suasana yang dihadapi di setiap zaman. Semua itu membuktikan, bahwa
ajaran kepemimpinan berdasarkan kearifan lokal ternyata begitu kaya dan
adiluhung. Tinggal bagaimana para pemimpin kedepan mampu menyerap ajaran-ajaran
tersebut agar bisa dipraktekkan dalam kehidupan sekarang dan yang akan datang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar