Minggu, 08 Desember 2013

KEPEMIMPINAN NASIONAL YANG BERBASIS NILAI LUHUR KEBANGSAAN INDONESIA


KEPEMIMPINAN NASIONAL
YANG BERBASIS
NILAI LUHUR KONSENSUS DASAR KEBANGSAAN
DALAM PERSPEKTIF KEARIFAN LOKAL NUSANTARA  

1.            Umum
Sebuah negara akan maju dan berkembang sangat tergantung kepada para pemimpinnya. Sebaliknya, sebuah negeri disebut gagal juga sangat dipengaruhi oleh pimpinannya. Sudah banyak contoh, negeri makmur dan sentosa akibat dipimpin oleh pimpinan yang memang mampu memimpin rakyatnya secara baik, sementara sebuah negeri bisa hancur berantakan ketika pimpinannya tidak mampu mengelola atau memanage negerinya. Sebagaimana bunyi pepatah ikan busuk mulai dari kepalanya, Artinya jika para pemimpin ini moralnya buruk, maka sudah dapat dijamin keseluruhannya juga akan menjadi busuk dan tidak akan membawa pada kebaikan. maka berhasil atau gagalnya sebuah negeri tidak lepas dari para pemimpinnya, mulai dari tingkat nasional, lokal, maupun kelompok.
Seorang pemimpin adalah panutan dan segala-galanya bagi sebuah komunitas atau masyarakat di Indonesia. Ibarat jarum, bila jarumnya lurus, maka benang yang basah dan kusut sekalipun niscaya akan ikut menjadi lurus mengikuti jarumnya. Pemimpin yang lurus cepat atau lambat, kepemimpinanya akan membawa pada kemaslahatan atau kebaikan. Kuncinya, adalah satunya pikiran, perkataan dan perbuatan pada diri para sang pemimpin.
Sebagaimana yang tersirat dalam berbagai kepustakaan dan hasil penelitian, menunjukkan bahwa pemimpin adalah individu yang berkemampuan meniupkan roh bagi suatu organisasi, oleh karena itu, tulis Faisal Affif dalam artikelnya yang berjudul “Diaspora Kepemimpinan Nasional” mengungkapkan, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kepemimpinan merupakan faktor penentu bagi hidup, berkembang, juga matinya suatu organisasi, baik disektor publik maupun bisnis, ditingkat puncak, menengah dan bawah yang dimiliki oleh negara maupun swasta, baik yang menyangkut kepemimpinan tunggal ataupun kolektif.
Berhasil atau gagalnya suatu organisasi sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan. Ungkapan yang menyatakan bahwa pemimpinlah yang bertanggung jawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan, demikian juga dengan situasi bangsa Indonesia, saat ini sepertinya masyarakat Indonesia sedang kebingungan mencari figur kepemimpinan nasional yang tepat, karena disana sini yang terdengar adalah yang berperilaku tidak sesuai dengan nilai-nilai moral, etika sebagai bangsa yang beradab. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya para pejabat yang terkena kasus korupsi, bersifat materialistis, individualis mementingkan kepentingan pribadi dan golonganya, kurang adanya harmoni antara pemerintah pusat dan daerah, terjadinya konflik kepentingan antara yang satu dengan yang lain bahkan menurut data pemimpin dan wakilnya saja yang bisa dikategorikan harmoni itu hanya 6 % (Prof. Dr. Bambang Pranowo, 2013, Kuliah Identitas Nasional Lemhannas RI, 9 Oktober 2013, Jakarta). Sehingga secara garis besarnya adanya krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan nasional Indonesia. Kenapa hal itu terjadi ? karena para pemimpin yang sekarang ini ada,  banyak yang lahir sebagai pemimpin kagetan, pemimpin transaksional yang tidak jelas asal-usul dan pola kaderisasinya, sehingga dalam pola kepemimpinannya pun juga tidak jelas dasar, acuan, dan tujuan yang hendak dicapainya.
Esensi kepemimpinan bagi pemimpin tingkat nasional adalah adanya suatu komitmen yang kuat dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD NRI 1945 yakni adanya kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku dan kepentingan pribadi dengan kebutuhan prioritas yang mampu mengedepankan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi atau golongan, komitmen yang kuat tidak hanya sekedar sebagai pemimpin yang biasa  tapi dibutuhkan seorang pemimpin yang berkarakter. Lalu karakter yang bagaimanakah yang paling cocok untuk kepemimpan nasional Indonesia? Yang jelas harus sesuai dengan nilai-nilai luhur kebangsaan. Dan satu-satunya nilai-nilai luhur kebangsaan yang sudah ada dan terumuskan sesuai dengan cita-cita tujuan bangsa Indonesia adalah: sebagaimana yang tertuang dalam buku induk nilai-nilai kebangsaan Indonesia yang bersumber dari empat konsensus dasar Bangsa yakni: Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Adapun nilai-nilai kebangsaan sebagai kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam konsensus dasar bangsa tersebut meliputi:
a)     Nilai Ketuhanan                    d) Nilai Keadilan
b)     Nilai Kemanusiaan               e) Nilai Pluralis dan Multikulturalis
c)      Nilai Persatuan                      f)  Nilai Patriotisme
d)     Nilai Demokrasi                    

Identitas Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang multikultur karena masyarakatnya terdiri dari berbagai etnis, suku bangsa dan agama yang sangat majemuk satu sama lainnya, sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Darma Kusuma dan Prof Dr. Bambang Pranowo, Pada Kuliah Kepemimpinan Agustus 2013, bahwa bangsa Indonesia terdiri dari lebih kurang 700 bahasa etnis dan lebih kurang 358 suku dan 200 sub suku bangsa, dengan komposisi agama 88,1 % Islam, 7,89 % Nasrani, 2,5 % Hindu, 1 % Budha, 1 % kepercayaan dan Kong Hu Chu, yang mempunyai adat istiadat sikap, perilaku, dan lokal wisdom masing-masing yang berbeda mulai dari Sabang sampai Merauke, sehingga dengan demikian akan berpengaruh terhadap sikap, perilaku dan kualitas karakter kepemimpinan. Karena kepemimpinan yang berkualitas menjadi harapan setiap organisasi, tidak hanya kualitas yang bersifat fisik, intelektual atau moral semata tapi juga kualitas kepemimpinan yang mampu membumi sehingga menyatu dengan sikap karakter dan perilaku masyarakatnya, untuk itu mau tidak mau setiap pemimpin nasional ditingkat manapun di Indonesia ini harus mampu mengakomodir dan mengimplementasikan nilai-nilai kearifan lokal sesuai dengan daerahnya masing-masing. Karena akumulasi dari kedua nilai tersebut akan memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap kepemimpinan nasional bangsa Indonesia. Disamping itu untuk mengukur indeks kualitas tingkat kepemimpinan tersebut sebagaimana hasil kajian Lemhannas RI harus sesuai dengan Index Kepemimpinan Nasional Indonesia (IKNI). Dimana sikap dan karakter seorang pemimpin dalam situasi dan kondisi yang sangat kompleks dituntut untuk tetap tenang dan bijak, tidak sekedar hanya reaktif tapi juga antisipatif dan proaktif. Sehingga kepemimpinan tingkat Nasional Indonesia berdasarkan IKNI harus mempunyai 4 (empat) kategori moral (empat cita susila) yakni:
a)  Moralitas dan Akuntabilitas yang bersifat individual atau sipil
b)  Moralitas dan Akuntabilitas yang bersifat sosial kemasyarakatan
c)  Moralitas dan Akuntabilitas yang bersifat institusional atau kelembagaan.
d)  Moralitas dan Akuntabilitas yang bersifat global.

Disamping itu tipikal pemimpin tingkat nasional Indonesia harus mempunyai sifat: Nasionalis, visioner, dan Negarawan.
Berbagai pemikiran di era Reformasi menilai bahwa salah satu kunci sukses seorang Pemimpin tingkat Nasional adalah yang mempunyai wawasan global, berjiwa nasional dan bersikap lokal. Oleh karena itu perlu pemahaman yang mendalam dalam menerapkan nilai-nilai kearifan lokal. yakni adalah perilaku kepemimpinan yang mampu mengedepankan kepentingan-kepentingan nasional tanpa mengabaikan masalah-masalah lokal (budaya). Baik untuk kepemimpinan formal, nonformal, maupun informal harus terintegrasi menjadi satu dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika yang berbasis nilai-nilai luhur bangsa sehingga, semua suku dan budaya yang ada di NKRI berintegrasi ke dalam budaya nasional yang tercermin pada nilai-nilai luhur 4 (empat) konsensus dasar Nasional.
Memang benar pengaruh globalisasi tidak bisa kita hindari, namun sebagai generasi muda kita dituntut agar pandai memilih dan memilah serta mencerna budaya asing yang masuk, mana yang baik dan mana yang tidak baik untuk diterima. Di era globalisasi saat ini ada kecenderungan bahwa masyarakat lebih menghargai budaya asing dibandingkan budaya pituin(asli) kita sendiri, sehingga sedikit demi sedikit budaya asli mulai terkikis drastis dengan masuknya budaya asing tanpa mampu terbendung lagi. Maka dari itu satu-satunya cara kita harus mampu memegang teguh dan melestarikan budaya sendiri yang merupakan ‘unsur asli pituin dari dalamyang berasal dari peninggalan karuhun (leluhur) kita. Untuk itu, sungguh arif  andaikan kita mau bercermin dan mencerna kearifan lokal yang terpendam dalam khazanah budaya peninggalan nenek moyang, khususnya yang tercermin dalam naskah, yang berhubungan dengan masalah kepemimpinan. Adapun salah satu naskah yang akan banyak kami kupas dalam penulisan ini disamping kearifan lokal dari Jawa (Gajah Mada, Mangkunegara, Ki Hajar Dewantoro, serat Pamarayoga, Bugis, dan lain-lain), lebih khusus kami akan memfokuskan kajian-kajian kearifan budaya lokal dari kepemimpinan berdasarkan naskah Sunda buhun (Sang Hyang Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung, Sang Hyang Hayu, Carita Parahiangan, dan lain-lain). kenapa disini kami pilihkan salah satu model kearifan lokal ini berdasarkan naskah Sunda buhun walaupun kami tahu bahwa di Indonesia itu begitu banyak kearifan lokal dari berbagai suku sebagai lokal wisdom yang luar biasa. Namun berdasarkan UUD NRI 1945, budaya nasional puncak budaya daerah dan berdasarkan catatan sejarah, kerajaan sunda merupakan salah satu Dinasti yang mampu memimpin kerajaan selama kurang lebih 15 abad dengan sukses tanpa tergantikan oleh Dinasti lain yakni mulai dari Dinasti Aki Tirem/Dewawarman sejak tahun 130 M (Kerajaan Salakanagara di Pandeglang) sampai dengan Jaya Singawarman (Kerajaan Taruma nagara), kemudian Tarusbawa (Sunda), Sang Wreti Kendayun (Galuh), Sri Baduga Maharaja (Padjajaran), Walang Sungsang dan Syarif Hidayatullah (Cirebon) dan terakhir Prabu Geusan Ulun (Sumedang Larang) 1608. (Drs. Yoseph Iskandar, Sejarah Jawa Barat, Yuganing Rajakawasa, CV Geger Sunten Bandung, 1997) Semua pemimpin kerajaan itu murni satu darah berawal dari keturunan Aki Tirem/Dewawarman, adakah di dunia ini yang mampu memegang tampuk kepemimpinan selama 1478 tahun secara turun-temurun tanpa putus?. Dalam hal ini tidak terlalu berlebihan bila kita harus belajar lebih jauh. Ada rahasia apa dalam konteks kepemimpian tersebut sehingga bisa langgeng dan bertahan sampai lebih dari 2 windu?. Kami yakin kearifan lokal budaya Melayu, Bugis, Dayak, Papua dan lain-lain pun mempunyai nilai-nilai unggul tersendiri yang tidak kalah hebat dengan budaya Sunda dan Jawa. Sesungguhnya ingin sekali kami tulis dan sajikan sebagai masukan untuk memperkaya khazanah nilai-nilai kearifan budaya lokal yang menyangkut kepemimpinan ini, biar lengkap se Nusantara. Namun karena keterbatasan waktu dan referensi yang kami dapat, untuk saat ini kami hanya mengedepankan budaya Sunda dan Jawa saja.
Apalagi sekarang di era desentralisasi melalui otonomi daerahnya masing-masing sebagaimana yang telah berlangsung saat ini belum terlaksana dengan baik, walaupun UUD NRI 1945 dan Undang-Undang No. 12 tahun 2008 tentang pemerintahan daerah mengamanatkan masalah tersebut. Masalah ini terjadi antara lain disebabkan karena: Pemimpin tingkat Nasional baik pusat maupun daerah yang tidak mengacu pada empat konsensus dasar nilai-nilai kebangsaan, kurang pemahaman akan arti strategis dan atau pentingnya nilai-nilai kearifan lokal, serta kurang harmoninya hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan kontrol terhadap pelaksanaan kepemimpinan didaerah bisa dikatakan tidak ada[1]. Situasi ini membuat para pemimpin di daerah seakan menjadi raja-raja kecil di daerahnya, yang bertindak sekehendak hatinya, yang hanya mengedepankan Hak namun lupa akan tanggung jawab dan kewenanganya sebagai kepala daerah, sehingga terkadang menjerumuskan dirinya sendiri kedalam jurang kehancuran, seperti banyaknya para pejabat yang terlibat korupsi, pelanggaran moral, etika, dan tindak pidana lainnya. Dalam tribune.com[2] dikatakan, hingga Juli 2013, 298 Kepala Daerah dari 524 total jumlah kepala daerah di Indonesia (56,87%) tersangkut masalah korupsi. Baik sebagai saksi, tersangka terdakwa sampai kepada terpidana korupsi (lihat tabel 1).
Tabel 1: Nama-nama Politikus Koruptor 2012
No
Nama
Pejabat
Jabatan
No
Nama
Pejabat
Jabatan
1
Izederik Emir Moei
Anggota DPR Fraksi PDIP (1999-2004, 2004-2009).
13
H. Zahri
Ketua DPRD Pelalawan, Golkar.
2
Murdoko,
Ketua DPRD Jateng, PDIP
14
Muhammad Faizal Aswan,
Anggota DPRD Riau, Golkar
3
Riza Kurniawan,
Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, PAN
15
Taufan Andoso Yakin,
Wakil Ketua DPRD Riau, PAN
4
Iqbal Wibisono, Mantan
Anggota DPRD Jawa Tengah, Golkar
16
E. Suminto Adi,
Anggota DPRD Mojokerto, PAN
5
Yohanes Eluay,
Ketua DPRD Kabupaten Jayapura, Golkar
17
Wisnu Wardhana
Ketua DPRD Surabaya, Demokrat
6
Zulklifi Shomad,
Mantan Ketua DPRD Kota Jambi, PKB
18
Zulkarnaen Djabar
Anggota Banggar, Anggota Komisi VII, Golkar
7
Yurikus Dimang,
Wakil Ketua I DPRD, Golkar
19
M. Dunir,
Anggota DPRD Riau, PKB
8
Jambran Kurniawan,
Wakil Ketua DPRD, PPP
20
Afit Rumagesan
Ketua DPRD Fakfak
9
Aries Marcorius Narang,
Ketua DPRD Palangkaraya, PDIP
21
Sumartono
Anggota DPRD Semarang, Gerindra
10
Sukarni Joyo,
Anggota DPRD Kutai Timur, PDIP
22
Agung Purno Sarjono,
Anggota DPRD Semarang, PAN.
11
Andi Irsan Idris Galigo,
Anak Bupati Bone/Anggota DPRD Bone, Golkar
23
Andi Malaranggeng
Menpora, Demokrat
12
Angelina Sondakh,
Anggota DPR, Demokrat
24
M.Nazaruddin
Anggota DPR, Demokrat
Sumber:www.liputan6.com2012
Terkait dengan Kepemimpinan nasional dalam perspektif wawasan nusantara dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, peristiwa lepasnya Timor-Timur menjadi Negara yang berdaulat serta Pulau Sipadan dan Ligitan yang berpindah menjadi milik Malaysia, merupakan pelajaran bagi bangsa Indonesia yang tidak boleh terulang lagi dimasa akan datang. Kemudian Gejolak pertikaian yang sering terjadi di negara ini seperti konflik antar suku, ras/etnis, agama, bahkan yang mengarah pada disintegrasi bangsa seperti gerakan Aceh merdeka, OPM, RMS dan DI/TII memperlihatkan kurangnya rasa persatuan dan kesatuan serta kurangnya peran pemimpin dalam mengantisipasi terjadinya perpecahan dan pertikaian yang terus berulang (Lihat tabel 2).

Tabel 2. Daftar Konflik Sosial di Indonesia Selama tahun 2012
Konflik
Jumlah Peristiwa
Presentase
Konflik Bentrokan antar warga
32
33,6%
Konflik SARA
10
9,6%
Konflik Isu Keamanan
26
25%
Konflik Ormas
13
12,5%
Konflik Sengketa Lahan
13
12,5 %
Konflik Kesenjangan Sosial
4
3,6%
Konflik Politik
3
2%
Konflik Institusi Pendidikan
3
2%
Total
104
100%
Sumber: kaledoskop-daerah.sindo.com Tahun 2012
            Dari beberapa peristiwa yang terjadi diatas, memperlihatkan pentingnya peran seorang pemimpin yang berskala nasional, dalam memimpin bangsa dan negara yang heterogen dan tersebar dari Sabang hingga Merauke. Disinilah perlunya seorang pemimpin dalam mengawasi para pemimpin yang berada didaerah, dalam melaksan tugasnya, sebagai Kepala Daerah. Peran lain terkait dengan peristiwa seperti yang telah disebutkan diatas adalah seorang pemimpin harus dapat menjaga keutuhan serta persatuan dan kesatuan bangsa agar tetap utuh dalam bingkai NKRI, sehingga pada akhirnya mampu mewujudkan ketahanan Nasional yang tangguh.

2.            Konsepsi kepemimpinan nasional yang berbasis nilai-nilai konsensus dasar nasional

Kepemimpinan merupakan salah satu prasyarat bagi suatu organisasi yang ingin berubah dari baik menjadi besar dan mampu mempertahankan prestasinya[3]. Salah satu faktor kunci keberhasilan kepemimpinan nasional adalah perlu adanya landasan yang jelas yang bisa dipedomani oleh seluruh pemimpin tingkat nasional untuk mencapai tujuan bangsa dan negara yakni dengan berlandaskan pada nilai-nilai empat konsensus dasar kebangsaan, dengan memperhatikan faktor nilai-nilai kearifan lokal yang unggul sesuai dengan daerahnya masing-masing sebagai local genius yang menjadi ciri khas kebhinekaan bangsa Indonesia. Sejarah bangsa Indonesia sejak kemerdekaan mencatat berbagai peristiwa yang berkaitan dengan pemimpin Tingkat Nasional, mulai dari mempertahankan kemerdekaan sampai dengan mengisi kemerdekaan hingga masa sekarang. Keberhasilan dan kegagalan Pemimpin Tingkat Nasional merupakan pelajaran berharga dalam membangun bangsa agar setiap tantangan, hambatan, gangguan, dan ancaman terhadap pencapaian tujuan nasional dapat diantisipasi dan diatasi dengan baik[4].
Dalam kerangka pencapaian tujuan nasional, Pemimpin tingkat nasional bila sudah memahami, mempedomani dan mengimplementasikan nilai-nilai empat konsensus dasar kebangsaan sangat diharapkan adanya suatu perubahan yang dapat memperbaiki, menyempurnakan. dan mewujudkan suatu pembangunan yang berkelanjutan dengan semangat reciprocity (sabilulungan) dan altruisme (Paras parokapara) sebagai inti dari semangat gotong royong kebersamaan, sehingga mampu mempererat rasa persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI. Sehingga NKRI di masa yang akan datang dapat menjadi negara yang maju dan modern serta sejajar dengan negara maju seperti di Eropa, Amerika, dan negara maju lainnya. Untuk mencapai hal tersebut salah satu aspek penentunya adalah bagaimana keberadaan pemimpin tingkat nasional bangsa ini. Dalam hal ini dibutuhkan sosok ideal seorang pemimpin yang mempunyai karakter kepemimpinan nasional yang berkualitas sejalan dengan nilai-nilai luhur bangsa, sehingga bisa berkiprah di era reformasi ini baik secara nasional maupun secara internasional untuk bisa menghadapi situasi global yang semakin mendesak nilai-nilai karakter kebangsaan Indonesia. Untuk itu perlu adanya pembangunan karakter (character building) sebagai sosok pemimpin yang tangguh, adil, dan visioner, serta seorang negarawan yang kharismatik dan transformatif[5].



21. Konsepsi Kepemimpinan yang Ideal        
Kondisi kepemimpinan nasional yang diharapkan harus mampu memenuhi keinginan dan mengakomodasi kepentingan nasional diseluruh wilayah NKRI, kepemimpinan nasional tersebut harus tetap mengacu pada nilai-nilai yang terkandung dalam 4 (empat) konsensus dasar bangsa Indonesia adalah sebagai berikut:
a.         Dilihat dari aspek religius Ketuhanan.
Pemimpin Nasional sewajibnya menjunjung tinggi aspek Ketuhanan, dimana merupakan nilai yang terkandung dalam Pancasila, yang merupakan falsafah dan dasar negara.
1)         Pemimpin Religius yang taat norma dan etika karena Norma dan etika dari perilaku pemimpin tingkat nasional merupakan contoh dan tauladan bagi warganya, dan diharapkan dengan adanya norma dan etika yang baik maka para pemimpin tingkat nasional akan lebih dihormati dan disegani oleh warganya atau masyarakat. Sehingga tidak ada lagi berita dari mass media yang memberitakan kasus-kasus negatif yang justru bisa menjatuhkan citra dan kewibawaan para pemimpin itu sendiri seperti: terlibat affair dengan kalangan selebritis, terlibat video porno, gratifikasi seks (lihat lampiran 8), mempertontonkan kemewahan, nikah sirih, maupun yang tidur saat sedang rapat.

2)         Pemimpin yang mampu mengharmonikan sentimen keagamaan
            Diharapkan tidak lagi ada Diskriminasi terhadap agama, terutama terhadap agama minoritas masih mewarnai kepemimpinan nasional dan pengambilan keputusan saat ini, sehingga issu-issu yang pernah terjadi di negeri ini seperti di Ambon, Poso, ataupun daerah lain tidak terulang lagi.
3)         Pemimpin yang berani membela dan mengatakan kebenaran     Masyarakat sangat berharap ada pemimpin tingakat nasional yang bisa bersikap jujur, berani mengatakan mana yang benar dan mana yang salah, dan selalu menegakkan keadilan, serta mampu membawa perubahan kearah yang lebih baik dalam segala hal. Hal ini sejalan dengan definisi kepemimpinan sebagai parigeuing (saling mengingatkan tentang kebenaran).
4)         Pemimpin yang punya Toleransi tinggi Dalam Kehidupan Beragama. Masyarakat Indonesia sangat membutuhkan tipikal seorang pemimpin yang mempunyai toleransi tinggi dalam menjamin kebebasan untuk memeluk agamanya masing-masing serta saling menghormati antara satu agama dengan agama yang lainnya sehingga bisa membawa masyarakat dan bangsanya kearah kehidupan yang lebih harmoni, tenang dan damai.

b. Dilihat dari aspek nilai Kemanusiaan
1)         Pemimpin yang tidak bersikap arogan Pemimpin tingkat nasional diharapkan tidak bersikap arogan yang mengedepankan kekuasaan dan haknya. Akan tetapi para pemimpin tingkat nasional harus bisa dekat dengan rakyat yang bisa melindungi, mengayomi dan melayani. Dengan demikian tidak ada lagi masyarakat yang memandang negatif terhadap para pemimpin tingkat nasional. Hal ini sejalan dengan prinsip kepemimpinan ulah batengah bisi kateker (jangan arogan nanti akan tenggelam).
2)         Pemimpin yang tidak serakah/meterialistik Pemimpin tingkat nasional diharapkan bisa melihat kondisi dari rakyatnya yang masih banyak hidup dibawah garis kemiskinan sehingga para pemimpin tersebut diharapakan setidaknya memiliki rasa empati dengan tidak bersikap serakah.
3)         Pemimpin yang tidak saling menjatuhkan dan mengedepankan persaingan yang sehat Diharapkan pemimpin ataupun para calon pemimpin tingkat nasional bisa bersaing secara sehat dalam pemilihan calon pemimpin dan bersikap legowo dalam menerima kekalahan serta tidak menjadikan hukum sebagai alat untuk kepentingan politiknya       .
4)         Pemimpin yang Saling menghormati satu sama lain           Sikap saling menghormati satu sama lain harus dijunjung tinggi oleh pemimpin tingkat nasional agar perselisihan antar sesama pemimpin tidak terjadi hal ini sejalan dengan prinsip maryada sakeng situtu.
5)         Pemimpin yang kepedulian sosialnya tinggi Pemimpin tingkat nasional harus mempunyai kepedulian sosial yang tinggi. Agar saat menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin, bisa bekerja dengan ikhlas dan berdasarkan hati nurani, yang dilakukan semata-mata karena tanggung jawab, bukan karena karena pencitraan diri untuk menarik simpati masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan teori lingkungan Stodgill bahwa seorang pemimpin harus peduli terhadap lingkungannya.

c. Dilihat dari aspek Persatuan dan kesatuan
1)         Pemimpin yang toleran tidak berwawasan primordial sempit. Rasa primodial yang tinggi masih banyak melekat pada pemimpin di negeri ini, pemilihan pejabat masih sering dikaitkan dengan keberadaan suku/etnis atau agama sama. Hal ini sesuai dengan teori kepemimpinan Lemhannas RI sebagai pemimpin yang nasionalis dan negarawan.
2)         Pemimpin yang nasionalis yang mampu meredam egosentis kedaerahan. Egois kedaerahan juga harus dihilangkan oleh pemimpin tingkat nasional dinegeri ini, sehingga dapat memperkuat persatuan dan kesatuan.    
3)         Pemimpin yang mampu membangun sinergitas, kerjasama dan koordinasi Kerjasama antar pemimpin tingkat nasional baik dipusat maupun didaerah menjadi salah satu kekuatan/kelebihan dalam pengelolaan sistem administrasi ketatanegaraan/pemerintahan di Indonesia yang mampu membangun harmonisasi, keseimbangan, dan solidaritas sosial sehingga terwujud sinergitas dengan yang lain. Hal ini sesuai dengan teori humanistic Stodgill bahwa pimpinan harus mampu bekerjasama dan beradaptasi.  

d. Dilihat dari aspek Demokrasi
1)         Pemimpin yang bersikap rendah hati dan tidak sok kuasa/otoriter. Kepemimpinan nasional saat ini harus memperlihatkan kepemimpinan yang rendah hati tidak sok kuasa, yang lebih mengedepankan kewajiban daripada hak dan kewenangannya.
2)         Pemimpin yang amanah terhadap kedaulatan rakyat. Pemimpin tingkat nasional harus menyadari bahwa apa yang dijabatnya adalah amanah dari masyarakat yang harus dijaga dan dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian maka akan meminimalisir tindakan-tindakan yang mengarah pada KKN. Hal ini sesuai dengan kepemimpinan Lemhannas RI bahwa harus mendahulukan kepentingan rakyat.
3)         Pemimpin yang menjunjung tinggi sistem dan aturan. Pemimpin tingkat nasional harus sesuai dengan sistem yang diatur oleh pemerintahan, sesuai dengan tugas tanggung jawab yang dibebankan terhadap seseorang sesuai dengan aturan dan per-undang-undangan. Hal ini sesuai dengan teori sifat dari Tead bahwa seorang pemimpin harus berdasarkan maksud dan tujuan.
4)         Pemimpin yang tidak totaliter atau absolut. Dalam kepemimpinan nasional diharapkan tidak ada lagi pemimpin tingkat nasional yang bersikap totaliter atau absolut..
 5)        Pemimpin yang tidak KKN. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa tidak adanya KKN adalah hal yang paling di inginkan oleh masyarakat.
6)         Pemimpin yang transparan dan akuntabel. Keterbukaan di era reformasi ini menjadi salah satu syarat untuk mewujudkan tata pemerintahan yang clean goverment dan good governance agar tidak ada lagi issu-issu tentang KKN.
7)         Pemimpin yang Mau menerima saran dari orang lain. Saran atau kritik membangun adalah salah satu cara dalam meningkatkan mutu dan kemampuan seorang pemimpin, dan pemimpin tingkat nasional diharapkan bisa menerima kritik maupun saran.                                          
8)         Pemimpin yang memenuhi syarat index kepemimpinan sesuai dengan sistem rekruitmen. Kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang dilakukan melalui sistem rekrutmen dengan baik dan benar. Dengan demikian akan lahir pemimpin tingkat nasional yang berkualitas sesuai dengan yang diharapkan.



e. Dilihat dari aspek Keadilan
1)         Pemimpin yang merakyat dan sederhana. Pemimpin tingkat nasional harus bisa membaur dengan rakyatnya/warganya dan tidak merasa sebagai orang yang istimewa. Seorang pemimpin adalah pelayan tanpa batas.
2)         Pemimpin yang menjunjung tinggi hukum. Sebagai seorang pemimpin/pejabat publik pemimpin tingkat nasional harus bisa menjunjung tinggi hukum dan tidak boleh menyepelekan hukum tersebut.
3)         Pemimpin yang pertisipatif, bijak, dan berpegang teguh pada aturan dan keadilan. Pemimpin tingkat nasional harus mengambil suatu keputusan atau kebijakan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan teori sifat dari Tead bahwa seorang pemimpin harus integrity mempunyai pribadi yang kuat dan menjunjung tinggi keadilan.

f. Dilihat dari aspek Patriotisme
1)         Pemimpin yang rela untuk berkorban  Sikap rela berkorban harus ditanamkan dalam jiwa pemimpin tingkat nasional agar lebih bisa menghormati dan menghargai negara dan bangsanya. Hal ini sesuai dengan prinsip satya dikahulunan dalam siksakandang karesian.  
2)         Pemimpin yang Komitmen, konsisten dan konsekuen terhadap nasionalisme Pemimpin tingkat nasional harus komitmen dan konsisten serta konsekuen dengan apa yang telah diucapkan, tidak hanya mengumbar janji tapi harus ditepati. Hal ini sesuai dengan prinsip kepemimpinan yang bawalaksana, sacidu metu saucap nyata dalam Master Leadership.
3)         Pemimpin yang memahami nilai-nilai luhur bangsa Pemahaman terhadap nilai-nilai luhur bangsa harus tercermin pada sikap dan perilaku pemimpin tingkat nasional, dengan lebih mengedepankan budaya-budaya lokal, aset-aset negeri harus lebih diperhatikan jangan sampai dikelola oleh pihak asing.
4)         Pemimmpin yang profesional sehingga tidak merugikan bangsa dan negara Pemimpin tingkat nasional dalam mengelola sistem tata pemerintahannya harus berdasarkan atas  profesionalisme yang tinggi sesuai dengan kapabilitas dan keahlianya masing-masing dengan lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Hal ini sesuai dengan teori sifat Tead, sebagai pemimpin yang mempunyai technical mastery, yang mempunyai kecakapan teknis yang baik.

g. Dilihat dari aspek Pluralis dan Multikulturalis
1)         Pemimpin yang menghargai dan memahami nilai-nilai kearifan lokal. Pemimpin tingkat nasional harus lebih menghargai dan memahami nilai-nilai luhur kearifan lokal karena nilai-nilai tersebut sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang sudah digunakan oleh para nenek moyang yang terbukti berhasil dalam kepemimpinan pada jamanya. Hal ini sesuai dengan teori sifat dari Lock sebagai pemimpin yang kreatif yang mampu beradaptasi dengan lingkungan.
2)         Pemimpin yang tidak diskriminatif sikap diskriminatif harus dihilangkan oleh pemimpin-pemimpin saat ini, terutama terhadap golongan minoritas baik secara ras, agama, maupun kelompok. Dengan demikian tidak ada lagi konflik-konflik sosial yang disebabkan karena perbedaan SARA.

3)         Pemimpin yang menghargai perbedaan tidak bersikap stereotif negatif diharapkan tidak ada lagi perlakuan yang negatif/diskriminatif terhadap etnik-etnik tertentu yang bisa menimbulkan konflik sosial yang dilakukan oleh pemimpin tingkat nasional. Hal ini sesuai dengan teori sifat Locks yakni teori sifat yang fleksibilitas yang mampu menyesuaikan situasi dan kondisi.

3.    Kepemimpinan Nasional Dalam Perspektif Kearifan Lokal
Agar kepemimpinan nasional yang berbasis empat konsensus dasar kebangsaan lebih optimal sehingga mampu mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan maka diajukan untuk segera membuat rumusan tentang nilai-nilai kepemimpinan nasional yang khusus berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal yang unggul, lengkap dan terperinci mulai dari definisi, asas-asas, filosofi dan lain-lain sehingga bisa menjadi pedoman bagi seluruh kader pimpinan tingkat nasional. Adapun konsepsi nilai-nilai kearifan lokal tersebut adalah sebagai berikut:
1)         Pengertian kepemimpinan : Dalam merumuskan Pengertian kepemimpinan pun harus di reaktualisasi kembali yang sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal, kepemimpinan atau leader tidak lagi diartikan sebagai cara untuk menggerakkan atau mempengaruhi orang lain dimana hal tersebut lebih berkonotasi pada pemahaman leadership yang lebih berorientasi pada kekuasaan atau leader by position. Namun dalam konsep kearifan lokal sebagaimana tertuang dalam naskah Sang Hyang Siksakandang Karesian kepemimpinan diartikan sebagai: Parigeuing (mengingatkan) atau eling, jadi seorang pemimpin harus senantiasa eling mengingatkan bawahanya kearah jalan yang benar (Wattawa saubilhaq wattawa saubil sobr) dengan mengedepankan keteladanan sehingga yang dipimpin dengan senang hati  sadar dibawa kearah tujuan bersama disini kepemimpinan diartikan bukan sebagai alat kekuasaan tapi sebagai alat untuk saling mengingatkan tentang kebenaran.
2)     Azas kepemimpinan :
(a). Saling Asih, asah, asuh (saling mengasihi, saling mengajari, dan saling membimbing)
(b). Ing madya mangun karso, ing ngarso sung tulodo, Tutwuri Handayani (dari tengah memberikan semangat, dari depan memberi teladan, dari belakang memberi dorongan)
(c). Sipaka Inga, sipaka tau, sipaka lebi (saling mengingatkan, saling  memberi tahu, dan saling menghargai)
3)     Filosofi Kepemimpinan :
(a)Pakeun heubeul jaya dibuana pake gawe kerta bener, pake gawe kerta rahayu (jika ingin jaya didunia bekerja harus selalu berlandaskan kebenaran, maka akan mencapai keadilan dan kesejahteraan. Membangun kekuatan dalam kedamaian, membangun kekuatan dengan kerendahan hati) 
(b)   Tata tentrem kerta raharja (kondisi yang aman dan tentram akan membuat gairah kerja, yang selanjutnya akan menciptakan kesejahteraan)
(c)    Rumangsa Handak Beni, Melu  Hangrukebi, Mulat Sarira Hangrasa Wani
(d)   Hana nguni hana mangke, tan hana nguni tan hana mangke (tidak ada hari ini tanpa hari kemarin, makanya generasi saat ini harus menghargai sejarah masa lalunya dengan cara menghargai para pendahulunya terutama orang tua dan orang-orang yang dituakan).
(e)   Elmu pare: agamaning pare lamun umeusi ta karah lagu tungkul haray hay asak, lamun pare tanggah, ta karah nunjuk langit haray hay tanggah, asak tanggah, pare hapa ngarana (ilmu padi jika semakin berisi maka semakin merunduk, itu pertanda padi yang matang. Jika padi menunjuk langit, saat menguning tetap tengadah, masak tetap tengadah itu pertanda padi hampa namanya).

4)     Prinsip-prinsip Kepemimpinan :
(a)   Bawa laksana Saciduh metu saucap (komitmen, konsisten, konsekuen)
(b)   Ojo dumeh, ojo kagetan, ojo gumunan
(c)    Ulah botoh bisi kokoro (Jangan serakah akan sengsara)
(d)   Ulah batengah bisi kateker (jangan sombong akan celaka/tersingkir)
(e)   Wayah wilayah lampah (perhatikan waktu dan tempat kemudian baru bersikap)
(f)     Galih na wening ati, galeuh na di unggal leuweung, galuh na cahyaning ratu (hati yang bening, mengelola hutan dengan arif, akan membawa pada kejayaan bangsa dan negara).
(g)   Rasa cipta karsa, Sabda hedap ambeg (satu pikiran, satu perkataan, satu perbuatan).
(h)   Lain pamimpin nu ngudag jabatan tapi pamimpin nu amanah (bukan pemimpin yang mengejar jabatan tapi pemimpin yang berbuat nyata sesuai dengan fungsinya masing-masing-leader by action but not leader by position.
(i)     Isen Mulang (Pantang Menyerah)



5)     Syarat-syarat Kepemimpinan :
(a)       Cageur                           : Phisical ability         : AQ
(b)       Bageur                           : Emotional ability     : EQ
(c)       Bener                              : Spritual ability          : SQ
(d)       Pinter                              : Intelectual Ability    : IQ
(e)       Wanter                            : Sosial ability             : ScQ
(f)        Singer                             : Personal Ability       : PQ
(g)       Teger                              : Resiliance ability    : RQ
(h)       Nanjeur                          : Exelent ability          : ExQ
6)     Sifat-sifat Kepemimpinan :
(a)       Seabgai leader           (g) Sebagai entertainer
(b)       Sebagai manajer       (h) Sebagai Enterpreneur
(c)       Sebagai komander    (i)  Sebagai designer
(d)       Sebagai teacher        (j)  Sebagai servicer
(e)       Sebagai father  
7)     Tipe Kepemimpinan :
(a)       Nasional            (d) Sebagai Abdi   
(b)       Visioner             (e) Sebagai Prabu
(c)       Negarawan        (f) Sebagai palanka
8)     Jenis Kepempinan :
(a)    Dasa prasanta (10 Penenang Hati)
(b)    Hasta Brata (Delapan Laku Kebajikan)
(c)    Serat Pamarayoga
(d)    Asta guna (8 kerarifan)
(e)    Dasa kreta (10 Pantangan)
(f)     Kepemimpinan Model Gajah Mada
(g)    Hasta Karma Pratama (Delapan Laku Utama)
(h)   Dasa Paramitha (10 Sifat Utama Kendedes)

9)     Sistem Kepemimpinan
Tri tangtu dibuana ; Prabu, Rama, Resi



10)   Indikasi Standar pengukuran kepemimpinan
(a)    Standar moral       (d) Standar Intelektual
(b)    Standar mental    (e) Standar Emosional
(c)    Standar fisik         (f)  Standar Sosial

11. Nilai-nilai Karakter Kepemimpinan :
(a)    Nilai Ketuhanan           (e) Nilai Keadilan
(b)    Nilai Kemanusiaan      (f)  Nilai Pluralisme dan Multikultural
(c)    Nilai Persatuan            (g) Nilai Patriotisme
(d)    Nilai Demokratik

12.     Kompetensi Kepemimpinan
(a)    Cekatan           =   Cangcingan      (g) Tangkas     = Prenya
(b)    Terampil          =   Langsitan           (h) Semangat  =Morogol-rogol
(c)    Tulus hati        =   Paka                   (i)  Satria          = Purusa
(d)    Rajin                =   Rajeun               (j)  Cermat        = Emet
(e)    Tekun/ulet       =   Leukeun            (k) Teliti            = Imeut
(f)     Sabar Tawaqal= Mwa Surahan   (l)  Profesional= Parakadan

13)    Pantangan-pantangan dalam Kepemimpinan
a)     Pantangan Sebagai Abdi  (SSK VI)
(a)    Jangan Mudah Tersinggung  = Mulah Babarian
(b)    Jangan Mudah Merajuk     =    Mulah pundungan
(c)    Jangan Berkeluh Kesah   =    Mulah Humandeuar
(d)    Jangan Menggerutu           =    Mulah Kukulutus
(e)    Jangan Mengeluh              =    Mulah Luhya
(f)     Jangan Kecewa                  =    Mulah Kuciwa
(g)    perintah                                =    Mulah Ngontong Dipiwarangl,k.=
(h)   Jangan iri                             =    Mulah Hiri
(i)     Jangan Dengki                    =    Mulah Dengki          
                                                 


b)     Sebagai Pembaharu (Ilmu Wujud Patanjala-air sungai yang mengalir) - AG Verso VI
(a)    Jangan mudah terpengaruh (Mulah kasimuatan)
(b)    Jangan peduli terhadap godaan (Mulah kasiweuran kanu tapa)
(c)    Jangan dengarkan ucapan yang buruk (Mulah kapidenge ku na carek  gwareng)
(d)    Pusatkan pada cita-cita/tujuan (ongkoh-ongkoh dipitineung maneh).

c)     Empat larangan Dalam Cara Berbicara (AG Verso III)
(a)    Jangan Berteriak          =    Mulah Kwanta
(b)    Jangan Menyindir        =    Mulah Majar Laksana
(c)    Jangan Menjelekkan   =    Mulah Mudahkeun Pada Janma
(d)    Jangan Berbohong     =    Mulah Sabda Ngapus

d)     Pantangan sebagai Negarawan (AG Rekto III) 
(1) Jangan bentrok (mulah pabwang)
(2) Jangan berselisih paham (mulah pasalahan paksa)
(3) Jangan saling bersikeras (mulah pakeudeu keudeu)
(4) Jangan berebut peghasilan (Haywa pa’ala-ala pamonang)
(5) Jangan memperebutkan kedudukan (Haywa pa’ala-ala kalungguhan)
(6) Jangan memperebutkan kebenaran (mulah miprangkeun si bener)
(7) Jangan memperebutkan hadiah (Haywa pa’ala-ala demakan).









DAFTAR PUSTAKA
Adi Sujatno, 2007, MORAL DAN ETIKA KEPEMIMPINAN, Merupakan landasan kearah kepemerintahan yang baik (Good Governance), Jakarta: MontasAD.
Andry Corry wardhani, Komunikasi Pemerintahan Daerah Berbasis Kearifan Lokal.
Anton Charliyan, 2013, Kepemimpinan Nasional Berbais Kearifan Lokal menuju Masyarakat Tatatengtrem Kertaraharja, Jakarta: Solusi Publishing
Anton Chrliyan, Yana Sofyan Panigoro, 2013. Master Leadership, Menyingkap 99 Rahasia Kearifan Lokal Nusantara Soal Kepemimpinan, Solusi Publishing, Jakarta.
Atja, 1981 Sang Hyang Siksakandang Karesian, Naskah Sunda Kuno, Kabuyutan Ciburuy Bayongbong Garut
Atja, 1981, Amanat galunggung Naskah Sunda kuno, Kabuyutan Ciburuy Bayongbong Garut  
Badan Pusat Statistik 2010
Bambang Pranowo, 2013, Kuliah Identitas Nasional Lemhannas RI, Jakarta
Darma Kusuma, 2013, Kuliah Kepemimpinan, Jakarta
Hasan Basri, 2012, Optimalisasi Pengamalan Al-Quran Menuju Masyarakat Madani, Jakarta
Jim Collins, 2001, Level 5 leadership : The Triumph of Humanity and Fierce Resolve, Harvard Bussiness Review.
Kamus besar Bahasa Indonesia
Kartini Kartono, 2001, Pemimpin dan Kepemimpinan. Cetakan yang kesembilan Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Lemhannas RI, 2012, Buku Induk Nilai-nilai Kebangsaan Indonesia yang bersumber dari Empat konsensus Dasar Bangsa, Jakarta
Lemhanas RI, 2013, Modul Kepemimpinan Nasional, PPSA XIX, Jakarta.
Lemhanas RI, 2013, Modul Ketahanan Nasional, Konsepsi Gatra, Gatra Geografi, Topografi, PPSA XIX, Jakarta.
Lemhanas RI, 2013, Modul Wawasan Nusantara, Konsepsi Dasar Wawasan Nusantara, PPSA XIX, Jakarta.
Margaretha Hanita, 2003, Bahan Mata Kuliah Teori Stratejik dan penyelesaian Konflik, Program Pasca sarjana, KSKN UI, Jakarta.
Muladi, 2013, Kepemimpinan Negarawan (Perpaduan antara Manejer, Pemimpin dan Negarawan) Dalam Memantapkan Nasionalisme Kultur dan Nilai-nilai Pancasila, Jakarta.
Pleyte, CM 1966, Tjarita Parahijangan dan Rahijang Sandjaja  Basis XV-7
Rahmat Taufik Hidayat, 2005, Peperenian Urang Sunda, PT. Kiblat Bandung
S. Khalili, 1994, Leadership Style and Their Applications in the Iranian Manajement System, Teheran.
 Smith, Mark K. (2008), How to cite this article: ‘Helping relationships’, the encyclopaedia of informal education. www.infed.org/mobi/helping-relationships-principles-theory-and-practice.
Tap MPR No IV/MPR/1999
T Ronny R Nitibaskara, 2002, Paradoksal Konflik dan Otonomi Daerah, Peradaban, Jakarta.
Warren Bennis, 2010, Menjadi Pemimpin Efektif (On Becoming A Leader), Elex Media Computindo, Jakarta.
Yosep Iskandar, 1997, Sejarah Jawa Barat, Yuganing Rajakawasa, CV Geger Sunten, Bandung


Daftar Web
http://dessy-septiyani.blogspot.com/2012/04/pertumbuhan-ekonomi-di-era-reformasi.html
http://id.berita.yahoo.com/nato-pantau-situasi-semenanjung-korea-060823992.html
http;//id.berita.yahoo.com/icw-52-kader-parpol-terjerat-korupsi-selama-2012
http://karodalnet.blogspot.com/2011/10/pengertian-kearifan-lokal.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Dingin
http://www.harian-global.com/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/06/keadaan-politik-thailand-saat-ini-dengan-gencarnya-pemberitaan-di-berbagai-media-tentang-situasi-di-thailand-khususnya-di-bangkok-sebagai-ibukota-saya-merasa-perlu-untuk-menjelaskan-keadaan-lewat-k/
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2013/05/130507_malaysia_anwaribrahim_kecurangan.shtml
http://news.liputan6.com/read/527647/filipina-kesultanan-sulu-pilih-perang-dengan-malaysia
http://www.setkab.go.id/artikel-3630-hubungan-indonesia-myanmar-dan-situasi-politik-di-myanmar.html
http://politik.kompasiana.com/2011/05/16/ideologi-pancasila-jurus-jitu-hadapi-tantangan-global-365134.html
http://www.tribunnews.com/nasional/2012/07/19/298-kepala daerah tersangkut korupsi, diunduh pada 14 Agustus 2013, Pukul 00.37 Wib




[1] Lemhanas RI, Modul Bidang Studi/Materi Pokok Kepemimpinan, Sub BS Kepemimpinan Nasional PPSA XIX, Jakarta, 2013, Hal 50
[3] Jim Collins, Level 5 leadership : The Triumph of Humanity and Fierce Resolve, Harvard Bussiness Review, 2001, hal.70
[4] Lemhanas RI, Modul Bidang Studi/Materi Pokok Kepemimpinan, Sub BS Kepemimpinan Nasional PPSA XIX, Jakarta, 2013, Hal 7
[5] Ibid.

1 komentar: