KEPEMIMPINAN NASIONAL
YANG BERBASIS
NILAI LUHUR KONSENSUS DASAR KEBANGSAAN
DALAM PERSPEKTIF KEARIFAN LOKAL NUSANTARA
1.
Umum
Sebuah
negara akan maju dan berkembang sangat tergantung kepada para pemimpinnya.
Sebaliknya, sebuah negeri disebut gagal juga sangat dipengaruhi oleh
pimpinannya. Sudah banyak contoh, negeri makmur dan sentosa akibat dipimpin
oleh pimpinan yang memang mampu memimpin rakyatnya secara baik, sementara
sebuah negeri bisa hancur berantakan ketika pimpinannya tidak mampu mengelola
atau memanage negerinya. Sebagaimana bunyi pepatah ikan busuk mulai dari kepalanya,
Artinya jika para pemimpin ini moralnya buruk, maka sudah dapat dijamin
keseluruhannya juga akan menjadi busuk dan tidak akan membawa pada kebaikan. maka
berhasil atau gagalnya sebuah negeri tidak lepas dari para pemimpinnya, mulai
dari tingkat nasional, lokal, maupun kelompok.
Seorang
pemimpin adalah panutan dan segala-galanya bagi sebuah komunitas atau
masyarakat di Indonesia. Ibarat jarum, bila jarumnya lurus, maka benang yang
basah dan kusut sekalipun niscaya akan ikut menjadi lurus mengikuti jarumnya. Pemimpin
yang lurus cepat atau lambat, kepemimpinanya akan membawa pada kemaslahatan
atau kebaikan. Kuncinya, adalah satunya pikiran, perkataan dan perbuatan pada
diri para sang pemimpin.
Sebagaimana
yang tersirat dalam berbagai kepustakaan dan hasil penelitian, menunjukkan
bahwa pemimpin adalah individu yang berkemampuan meniupkan roh bagi suatu
organisasi, oleh karena itu, tulis Faisal Affif dalam artikelnya yang berjudul
“Diaspora Kepemimpinan Nasional” mengungkapkan, tidak dapat dipungkiri lagi
bahwa kepemimpinan merupakan faktor penentu bagi hidup, berkembang, juga
matinya suatu organisasi, baik disektor publik maupun bisnis, ditingkat puncak,
menengah dan bawah yang dimiliki oleh negara maupun swasta, baik yang
menyangkut kepemimpinan tunggal ataupun kolektif.
Berhasil
atau gagalnya suatu organisasi sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan.
Ungkapan yang menyatakan bahwa pemimpinlah yang bertanggung jawab atas
kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan, demikian juga dengan situasi bangsa
Indonesia, saat ini sepertinya masyarakat Indonesia sedang kebingungan mencari
figur kepemimpinan nasional yang tepat, karena disana sini yang terdengar
adalah yang berperilaku tidak sesuai dengan nilai-nilai moral, etika sebagai
bangsa yang beradab. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya para pejabat yang
terkena kasus korupsi, bersifat materialistis, individualis mementingkan
kepentingan pribadi dan golonganya, kurang adanya harmoni antara pemerintah
pusat dan daerah, terjadinya konflik kepentingan antara yang satu dengan yang
lain bahkan menurut data pemimpin dan wakilnya saja yang bisa dikategorikan
harmoni itu hanya 6 % (Prof. Dr. Bambang Pranowo, 2013, Kuliah Identitas Nasional Lemhannas RI, 9 Oktober 2013, Jakarta).
Sehingga secara garis besarnya adanya krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan
nasional Indonesia. Kenapa hal itu terjadi ? karena para pemimpin yang sekarang
ini ada, banyak yang lahir sebagai
pemimpin kagetan, pemimpin transaksional yang tidak jelas asal-usul dan pola
kaderisasinya, sehingga dalam pola kepemimpinannya pun juga tidak jelas dasar,
acuan, dan tujuan yang hendak dicapainya.
Esensi
kepemimpinan bagi pemimpin tingkat nasional adalah adanya suatu komitmen yang
kuat dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana yang tercantum dalam
pembukaan UUD NRI 1945 yakni adanya kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan
perilaku dan kepentingan pribadi dengan kebutuhan prioritas yang mampu
mengedepankan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi atau golongan,
komitmen yang kuat tidak hanya sekedar sebagai pemimpin yang biasa tapi dibutuhkan seorang pemimpin yang
berkarakter. Lalu karakter yang bagaimanakah yang paling cocok untuk kepemimpan
nasional Indonesia? Yang jelas harus sesuai dengan nilai-nilai luhur kebangsaan.
Dan satu-satunya nilai-nilai luhur kebangsaan yang sudah ada dan terumuskan
sesuai dengan cita-cita tujuan bangsa Indonesia adalah: sebagaimana yang
tertuang dalam buku induk nilai-nilai kebangsaan Indonesia yang bersumber dari
empat konsensus dasar Bangsa yakni: Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Bhineka
Tunggal Ika. Adapun nilai-nilai kebangsaan sebagai kristalisasi nilai-nilai
yang terkandung dalam konsensus dasar bangsa tersebut meliputi:
a) Nilai
Ketuhanan d) Nilai Keadilan
b) Nilai
Kemanusiaan e) Nilai Pluralis dan Multikulturalis
c) Nilai
Persatuan f) Nilai Patriotisme
d) Nilai
Demokrasi
Identitas
Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang multikultur karena masyarakatnya terdiri
dari berbagai etnis, suku bangsa dan agama yang sangat majemuk satu sama
lainnya, sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Darma Kusuma dan Prof Dr. Bambang
Pranowo, Pada Kuliah Kepemimpinan Agustus
2013, bahwa bangsa Indonesia terdiri dari lebih kurang 700 bahasa etnis dan
lebih kurang 358 suku dan 200 sub suku bangsa, dengan komposisi agama 88,1 %
Islam, 7,89 % Nasrani, 2,5 % Hindu, 1 % Budha, 1 % kepercayaan dan Kong Hu Chu,
yang mempunyai adat istiadat sikap, perilaku, dan lokal wisdom masing-masing
yang berbeda mulai dari Sabang sampai Merauke, sehingga dengan demikian akan
berpengaruh terhadap sikap, perilaku dan kualitas karakter kepemimpinan. Karena
kepemimpinan yang berkualitas menjadi harapan setiap organisasi, tidak hanya
kualitas yang bersifat fisik, intelektual atau moral semata tapi juga kualitas
kepemimpinan yang mampu membumi sehingga menyatu dengan sikap karakter dan
perilaku masyarakatnya, untuk itu mau tidak mau setiap pemimpin nasional
ditingkat manapun di Indonesia ini harus mampu mengakomodir dan
mengimplementasikan nilai-nilai kearifan lokal sesuai dengan daerahnya
masing-masing. Karena akumulasi dari kedua nilai tersebut akan memberikan
pengaruh yang sangat kuat terhadap kepemimpinan nasional bangsa Indonesia.
Disamping itu untuk mengukur indeks kualitas tingkat kepemimpinan tersebut sebagaimana
hasil kajian Lemhannas RI harus sesuai dengan Index Kepemimpinan Nasional
Indonesia (IKNI). Dimana sikap dan karakter seorang pemimpin dalam situasi dan
kondisi yang sangat kompleks dituntut untuk tetap tenang dan bijak, tidak
sekedar hanya reaktif tapi juga antisipatif dan proaktif. Sehingga kepemimpinan
tingkat Nasional Indonesia berdasarkan IKNI harus mempunyai 4 (empat) kategori
moral (empat cita susila) yakni:
a) Moralitas
dan Akuntabilitas yang bersifat individual atau sipil
b) Moralitas
dan Akuntabilitas yang bersifat sosial kemasyarakatan
c) Moralitas
dan Akuntabilitas yang bersifat institusional atau kelembagaan.
d) Moralitas
dan Akuntabilitas yang bersifat global.
Disamping
itu tipikal pemimpin tingkat nasional Indonesia harus mempunyai sifat:
Nasionalis, visioner, dan Negarawan.
Berbagai
pemikiran di era Reformasi menilai bahwa salah satu kunci sukses seorang Pemimpin tingkat Nasional adalah yang mempunyai wawasan
global, berjiwa nasional dan bersikap lokal. Oleh karena itu perlu pemahaman
yang mendalam dalam menerapkan nilai-nilai kearifan lokal. yakni adalah
perilaku kepemimpinan
yang mampu mengedepankan kepentingan-kepentingan nasional tanpa mengabaikan
masalah-masalah lokal (budaya). Baik untuk kepemimpinan formal, nonformal,
maupun informal
harus terintegrasi menjadi satu dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika
yang berbasis nilai-nilai luhur bangsa sehingga, semua suku dan budaya yang ada
di NKRI berintegrasi ke dalam budaya nasional yang tercermin pada nilai-nilai
luhur 4 (empat) konsensus dasar Nasional.
Memang benar pengaruh globalisasi
tidak bisa kita hindari, namun sebagai generasi muda kita dituntut agar pandai
memilih dan memilah serta mencerna budaya asing yang masuk, mana yang baik dan
mana yang tidak baik untuk diterima. Di era globalisasi saat ini ada kecenderungan
bahwa masyarakat lebih menghargai budaya asing dibandingkan budaya “pituin” (asli) kita sendiri, sehingga sedikit demi
sedikit budaya asli mulai terkikis drastis dengan masuknya budaya asing tanpa
mampu terbendung lagi. Maka dari itu satu-satunya cara kita harus mampu
memegang teguh dan melestarikan budaya sendiri yang merupakan ‘unsur asli pituin dari dalam’ yang berasal dari peninggalan “karuhun” (leluhur) kita. Untuk itu, sungguh arif
andaikan kita mau bercermin dan mencerna kearifan lokal yang terpendam dalam khazanah
budaya peninggalan nenek moyang, khususnya yang tercermin dalam naskah, yang
berhubungan dengan masalah
kepemimpinan. Adapun salah satu naskah yang akan banyak kami kupas
dalam penulisan ini disamping kearifan lokal dari Jawa (Gajah Mada,
Mangkunegara, Ki Hajar Dewantoro, serat Pamarayoga, Bugis, dan lain-lain), lebih
khusus kami akan memfokuskan kajian-kajian kearifan budaya lokal dari
kepemimpinan berdasarkan naskah Sunda buhun (Sang Hyang Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung, Sang Hyang Hayu,
Carita Parahiangan, dan lain-lain). kenapa disini kami pilihkan salah satu
model kearifan lokal ini berdasarkan naskah Sunda buhun walaupun kami tahu bahwa di Indonesia itu begitu banyak
kearifan lokal dari berbagai suku sebagai lokal wisdom yang luar biasa. Namun
berdasarkan UUD NRI 1945, budaya nasional puncak budaya daerah dan berdasarkan
catatan sejarah, kerajaan sunda merupakan salah satu Dinasti yang mampu
memimpin kerajaan selama kurang lebih 15 abad dengan sukses tanpa tergantikan
oleh Dinasti lain yakni mulai dari Dinasti Aki Tirem/Dewawarman sejak tahun 130
M (Kerajaan Salakanagara di Pandeglang) sampai dengan Jaya Singawarman
(Kerajaan Taruma nagara), kemudian Tarusbawa (Sunda), Sang Wreti Kendayun (Galuh),
Sri Baduga Maharaja (Padjajaran), Walang Sungsang dan Syarif Hidayatullah
(Cirebon) dan terakhir Prabu Geusan Ulun (Sumedang Larang) 1608. (Drs. Yoseph
Iskandar, Sejarah Jawa Barat, Yuganing Rajakawasa, CV Geger Sunten Bandung,
1997) Semua pemimpin kerajaan itu murni satu darah berawal dari keturunan Aki
Tirem/Dewawarman, adakah di dunia ini yang mampu memegang tampuk kepemimpinan
selama 1478 tahun secara turun-temurun tanpa putus?. Dalam hal ini tidak
terlalu berlebihan bila kita harus belajar lebih jauh. Ada rahasia apa dalam
konteks kepemimpian tersebut sehingga bisa langgeng dan bertahan sampai lebih
dari 2 windu?. Kami yakin kearifan lokal budaya Melayu, Bugis, Dayak, Papua dan
lain-lain pun mempunyai nilai-nilai unggul tersendiri yang tidak kalah hebat
dengan budaya Sunda dan Jawa. Sesungguhnya ingin sekali kami tulis dan sajikan
sebagai masukan untuk memperkaya khazanah nilai-nilai kearifan budaya lokal
yang menyangkut kepemimpinan ini, biar lengkap se Nusantara. Namun karena keterbatasan
waktu dan referensi yang kami dapat, untuk saat ini kami hanya mengedepankan
budaya Sunda dan Jawa saja.
Apalagi
sekarang di era desentralisasi melalui otonomi daerahnya masing-masing
sebagaimana yang telah berlangsung saat ini belum terlaksana dengan baik,
walaupun UUD NRI 1945 dan Undang-Undang No. 12 tahun 2008 tentang pemerintahan
daerah mengamanatkan masalah tersebut. Masalah ini terjadi antara lain
disebabkan karena: Pemimpin tingkat Nasional baik pusat maupun daerah yang
tidak mengacu pada empat konsensus dasar nilai-nilai kebangsaan, kurang
pemahaman akan arti strategis dan atau pentingnya nilai-nilai kearifan lokal, serta
kurang harmoninya hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,
bahkan kontrol terhadap pelaksanaan kepemimpinan didaerah bisa dikatakan tidak
ada[1]. Situasi ini membuat para pemimpin di daerah seakan
menjadi raja-raja kecil di daerahnya, yang bertindak sekehendak hatinya,
yang hanya mengedepankan Hak namun lupa akan tanggung jawab dan kewenanganya
sebagai kepala daerah, sehingga
terkadang menjerumuskan dirinya sendiri kedalam jurang kehancuran, seperti banyaknya
para pejabat yang terlibat korupsi,
pelanggaran moral, etika, dan tindak pidana lainnya. Dalam tribune.com[2]
dikatakan, hingga Juli 2013, 298 Kepala Daerah dari 524 total jumlah kepala
daerah di Indonesia (56,87%) tersangkut
masalah korupsi. Baik sebagai saksi, tersangka terdakwa sampai kepada terpidana
korupsi (lihat tabel 1).
Tabel 1: Nama-nama Politikus
Koruptor 2012
No
|
Nama
Pejabat
|
Jabatan
|
No
|
Nama
Pejabat
|
Jabatan
|
1
|
Izederik Emir Moei
|
Anggota DPR Fraksi PDIP (1999-2004,
2004-2009).
|
13
|
H. Zahri
|
Ketua DPRD Pelalawan, Golkar.
|
2
|
Murdoko,
|
Ketua DPRD Jateng, PDIP
|
14
|
Muhammad Faizal Aswan,
|
Anggota DPRD Riau, Golkar
|
3
|
Riza Kurniawan,
|
Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, PAN
|
15
|
Taufan Andoso Yakin,
|
Wakil Ketua DPRD Riau, PAN
|
4
|
Iqbal Wibisono, Mantan
|
Anggota DPRD Jawa Tengah, Golkar
|
16
|
E. Suminto Adi,
|
Anggota DPRD Mojokerto, PAN
|
5
|
Yohanes Eluay,
|
Ketua DPRD Kabupaten Jayapura, Golkar
|
17
|
Wisnu Wardhana
|
Ketua DPRD Surabaya, Demokrat
|
6
|
Zulklifi Shomad,
|
Mantan Ketua DPRD Kota Jambi, PKB
|
18
|
Zulkarnaen Djabar
|
Anggota Banggar, Anggota Komisi VII,
Golkar
|
7
|
Yurikus Dimang,
|
Wakil Ketua I DPRD, Golkar
|
19
|
M. Dunir,
|
Anggota DPRD Riau, PKB
|
8
|
Jambran Kurniawan,
|
Wakil Ketua DPRD, PPP
|
20
|
Afit Rumagesan
|
Ketua DPRD Fakfak
|
9
|
Aries Marcorius Narang,
|
Ketua DPRD Palangkaraya, PDIP
|
21
|
Sumartono
|
Anggota DPRD Semarang, Gerindra
|
10
|
Sukarni Joyo,
|
Anggota DPRD Kutai Timur, PDIP
|
22
|
Agung Purno Sarjono,
|
Anggota DPRD Semarang, PAN.
|
11
|
Andi Irsan Idris Galigo,
|
Anak Bupati Bone/Anggota DPRD Bone, Golkar
|
23
|
Andi Malaranggeng
|
Menpora, Demokrat
|
12
|
Angelina Sondakh,
|
Anggota DPR, Demokrat
|
24
|
M.Nazaruddin
|
Anggota DPR, Demokrat
|
Sumber:www.liputan6.com2012
Terkait dengan Kepemimpinan
nasional dalam perspektif wawasan nusantara dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, peristiwa lepasnya Timor-Timur menjadi Negara yang
berdaulat serta Pulau Sipadan dan Ligitan yang berpindah menjadi milik
Malaysia, merupakan pelajaran bagi bangsa Indonesia yang tidak boleh terulang
lagi dimasa akan datang. Kemudian Gejolak pertikaian yang sering terjadi di
negara ini seperti konflik antar
suku, ras/etnis, agama, bahkan yang mengarah pada disintegrasi
bangsa seperti gerakan Aceh merdeka, OPM, RMS dan DI/TII memperlihatkan kurangnya rasa
persatuan dan kesatuan serta kurangnya peran pemimpin dalam mengantisipasi
terjadinya perpecahan dan pertikaian yang terus berulang (Lihat
tabel 2).
Tabel 2. Daftar Konflik Sosial di
Indonesia Selama tahun 2012
Konflik
|
Jumlah
Peristiwa
|
Presentase
|
Konflik
Bentrokan antar warga
|
32
|
33,6%
|
Konflik
SARA
|
10
|
9,6%
|
Konflik
Isu Keamanan
|
26
|
25%
|
Konflik
Ormas
|
13
|
12,5%
|
Konflik
Sengketa Lahan
|
13
|
12,5
%
|
Konflik
Kesenjangan Sosial
|
4
|
3,6%
|
Konflik
Politik
|
3
|
2%
|
Konflik
Institusi Pendidikan
|
3
|
2%
|
Total
|
104
|
100%
|
Sumber: kaledoskop-daerah.sindo.com
Tahun 2012
Dari
beberapa peristiwa yang terjadi diatas, memperlihatkan pentingnya peran seorang pemimpin yang
berskala nasional, dalam memimpin bangsa dan negara yang heterogen dan tersebar dari Sabang hingga Merauke. Disinilah perlunya
seorang pemimpin dalam mengawasi para pemimpin yang berada didaerah, dalam melaksan
tugasnya, sebagai Kepala Daerah. Peran lain terkait dengan peristiwa seperti
yang telah disebutkan diatas adalah seorang pemimpin harus dapat menjaga
keutuhan serta persatuan dan kesatuan bangsa agar tetap utuh dalam bingkai NKRI,
sehingga pada akhirnya mampu mewujudkan ketahanan Nasional yang tangguh.
2.
Konsepsi
kepemimpinan nasional yang berbasis nilai-nilai konsensus dasar nasional
Kepemimpinan merupakan salah satu
prasyarat bagi suatu organisasi yang ingin berubah dari baik menjadi besar dan
mampu mempertahankan prestasinya[3]. Salah satu faktor kunci keberhasilan
kepemimpinan nasional adalah perlu adanya landasan yang jelas yang bisa
dipedomani oleh seluruh pemimpin tingkat nasional untuk mencapai tujuan bangsa
dan negara yakni dengan berlandaskan pada nilai-nilai empat konsensus dasar
kebangsaan, dengan memperhatikan faktor nilai-nilai kearifan lokal yang
unggul sesuai dengan daerahnya masing-masing sebagai local genius yang menjadi
ciri khas kebhinekaan bangsa Indonesia. Sejarah bangsa Indonesia sejak kemerdekaan mencatat berbagai peristiwa yang
berkaitan dengan pemimpin Tingkat Nasional, mulai dari mempertahankan
kemerdekaan sampai dengan mengisi kemerdekaan hingga masa sekarang.
Keberhasilan dan kegagalan Pemimpin Tingkat Nasional merupakan pelajaran
berharga dalam membangun bangsa agar setiap tantangan, hambatan, gangguan, dan
ancaman terhadap pencapaian tujuan nasional dapat diantisipasi dan diatasi
dengan baik[4].
Dalam
kerangka pencapaian tujuan nasional, Pemimpin tingkat nasional bila sudah
memahami, mempedomani dan mengimplementasikan nilai-nilai empat konsensus dasar
kebangsaan sangat diharapkan adanya suatu perubahan yang dapat memperbaiki,
menyempurnakan. dan mewujudkan suatu pembangunan yang berkelanjutan dengan
semangat reciprocity (sabilulungan) dan altruisme (Paras parokapara)
sebagai inti dari semangat gotong royong kebersamaan, sehingga mampu mempererat
rasa persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI. Sehingga NKRI di masa yang akan
datang dapat menjadi negara yang maju dan modern serta sejajar dengan negara
maju seperti di Eropa, Amerika, dan negara maju lainnya. Untuk mencapai hal
tersebut salah satu aspek penentunya adalah bagaimana keberadaan pemimpin
tingkat nasional bangsa ini. Dalam hal ini dibutuhkan sosok ideal seorang pemimpin
yang mempunyai karakter kepemimpinan nasional yang berkualitas sejalan dengan
nilai-nilai luhur bangsa, sehingga bisa berkiprah di era reformasi ini baik
secara nasional maupun secara internasional untuk bisa menghadapi situasi
global yang semakin mendesak nilai-nilai karakter kebangsaan Indonesia. Untuk
itu perlu adanya pembangunan karakter (character
building) sebagai sosok pemimpin yang tangguh, adil, dan visioner, serta
seorang negarawan yang kharismatik dan transformatif[5].
21. Konsepsi Kepemimpinan yang Ideal
Kondisi kepemimpinan nasional
yang diharapkan harus mampu memenuhi keinginan dan mengakomodasi kepentingan nasional
diseluruh wilayah NKRI,
kepemimpinan nasional tersebut harus tetap mengacu pada nilai-nilai yang terkandung dalam 4
(empat) konsensus dasar bangsa Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Dilihat
dari aspek religius Ketuhanan.
Pemimpin
Nasional sewajibnya menjunjung tinggi aspek Ketuhanan, dimana merupakan nilai
yang terkandung dalam Pancasila, yang merupakan falsafah dan dasar negara.
1) Pemimpin
Religius yang taat norma dan etika karena Norma dan etika dari perilaku pemimpin tingkat nasional merupakan contoh dan tauladan bagi warganya, dan
diharapkan dengan adanya norma dan etika yang baik maka para pemimpin tingkat
nasional akan lebih dihormati dan disegani oleh warganya atau masyarakat.
Sehingga tidak ada lagi berita dari mass media yang memberitakan kasus-kasus
negatif yang justru bisa menjatuhkan citra dan kewibawaan para pemimpin itu
sendiri seperti: terlibat affair dengan kalangan selebritis, terlibat video
porno, gratifikasi seks (lihat lampiran 8), mempertontonkan kemewahan, nikah
sirih, maupun yang tidur saat sedang rapat.
2) Pemimpin
yang mampu mengharmonikan sentimen keagamaan
Diharapkan
tidak lagi ada Diskriminasi
terhadap agama, terutama terhadap agama minoritas masih mewarnai kepemimpinan nasional
dan pengambilan keputusan saat
ini, sehingga issu-issu yang pernah terjadi di negeri ini
seperti di Ambon, Poso, ataupun daerah lain tidak terulang lagi.
3) Pemimpin yang berani membela dan mengatakan kebenaran Masyarakat sangat berharap
ada pemimpin tingakat nasional yang bisa bersikap jujur, berani mengatakan mana yang benar dan mana yang salah, dan selalu menegakkan
keadilan, serta mampu membawa
perubahan kearah yang lebih baik dalam segala hal. Hal ini sejalan
dengan definisi kepemimpinan sebagai parigeuing
(saling mengingatkan tentang kebenaran).
4) Pemimpin
yang punya Toleransi tinggi
Dalam Kehidupan Beragama. Masyarakat Indonesia sangat membutuhkan tipikal
seorang pemimpin yang mempunyai toleransi tinggi dalam menjamin kebebasan untuk
memeluk agamanya masing-masing serta saling menghormati antara satu agama
dengan agama yang lainnya sehingga bisa membawa masyarakat dan bangsanya kearah
kehidupan yang lebih harmoni, tenang dan damai.
b.
Dilihat dari aspek nilai Kemanusiaan
1) Pemimpin yang tidak bersikap arogan Pemimpin tingkat nasional diharapkan
tidak bersikap arogan
yang
mengedepankan kekuasaan dan haknya. Akan tetapi para pemimpin tingkat nasional
harus bisa dekat dengan rakyat yang bisa melindungi, mengayomi dan melayani.
Dengan demikian tidak ada lagi masyarakat yang memandang negatif terhadap para
pemimpin tingkat nasional. Hal ini sejalan dengan prinsip kepemimpinan ulah batengah bisi kateker (jangan
arogan nanti akan tenggelam).
2) Pemimpin
yang tidak serakah/meterialistik Pemimpin tingkat nasional
diharapkan bisa melihat kondisi dari rakyatnya yang masih banyak hidup dibawah
garis kemiskinan sehingga para pemimpin tersebut diharapakan setidaknya
memiliki rasa empati dengan tidak bersikap serakah.
3) Pemimpin
yang tidak saling menjatuhkan dan mengedepankan persaingan yang sehat Diharapkan
pemimpin ataupun para calon pemimpin tingkat nasional bisa bersaing secara
sehat dalam pemilihan calon pemimpin dan bersikap legowo dalam menerima kekalahan serta tidak menjadikan hukum
sebagai alat untuk kepentingan politiknya .
4) Pemimpin
yang Saling menghormati satu sama lain Sikap saling menghormati satu sama lain harus
dijunjung tinggi oleh pemimpin tingkat nasional agar perselisihan antar sesama
pemimpin tidak terjadi hal ini sejalan dengan prinsip maryada sakeng situtu.
5) Pemimpin
yang kepedulian sosialnya tinggi Pemimpin tingkat nasional harus
mempunyai kepedulian sosial yang tinggi. Agar saat menjalankan tugasnya sebagai
seorang pemimpin, bisa bekerja dengan ikhlas dan berdasarkan hati nurani, yang
dilakukan semata-mata karena tanggung jawab, bukan karena karena pencitraan
diri untuk menarik simpati masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan teori
lingkungan Stodgill bahwa seorang pemimpin harus peduli terhadap lingkungannya.
c.
Dilihat dari aspek Persatuan dan kesatuan
1) Pemimpin
yang toleran tidak berwawasan primordial sempit. Rasa primodial yang tinggi masih banyak melekat pada pemimpin
di negeri ini, pemilihan pejabat masih sering dikaitkan dengan keberadaan
suku/etnis atau agama sama. Hal ini sesuai dengan teori
kepemimpinan Lemhannas RI sebagai pemimpin yang nasionalis dan negarawan.
2) Pemimpin
yang nasionalis yang mampu meredam egosentis kedaerahan. Egois kedaerahan juga harus dihilangkan
oleh pemimpin tingkat nasional dinegeri ini, sehingga dapat memperkuat
persatuan dan kesatuan.
3) Pemimpin
yang mampu membangun sinergitas, kerjasama dan koordinasi Kerjasama antar pemimpin tingkat
nasional baik dipusat maupun didaerah menjadi salah satu kekuatan/kelebihan
dalam pengelolaan sistem administrasi ketatanegaraan/pemerintahan di Indonesia
yang mampu membangun harmonisasi, keseimbangan, dan solidaritas sosial sehingga
terwujud sinergitas dengan yang lain. Hal ini sesuai dengan teori humanistic
Stodgill bahwa pimpinan harus mampu bekerjasama dan beradaptasi.
d.
Dilihat dari aspek Demokrasi
1) Pemimpin
yang bersikap rendah hati dan tidak sok kuasa/otoriter. Kepemimpinan nasional saat ini harus memperlihatkan kepemimpinan yang rendah
hati tidak sok kuasa, yang
lebih mengedepankan kewajiban daripada hak dan kewenangannya.
2) Pemimpin
yang amanah terhadap kedaulatan rakyat. Pemimpin tingkat nasional harus
menyadari bahwa apa yang dijabatnya adalah amanah dari masyarakat yang harus
dijaga dan dilaksanakan dengan baik.
Dengan demikian maka akan meminimalisir tindakan-tindakan yang mengarah pada
KKN. Hal ini sesuai dengan kepemimpinan Lemhannas RI bahwa harus mendahulukan
kepentingan rakyat.
3) Pemimpin
yang menjunjung tinggi sistem dan aturan. Pemimpin tingkat
nasional harus sesuai dengan sistem yang diatur oleh pemerintahan, sesuai dengan tugas tanggung jawab yang dibebankan
terhadap seseorang sesuai dengan aturan dan
per-undang-undangan. Hal ini sesuai dengan teori sifat dari Tead bahwa seorang
pemimpin harus berdasarkan maksud dan tujuan.
4) Pemimpin
yang tidak totaliter atau absolut. Dalam kepemimpinan nasional diharapkan
tidak ada lagi pemimpin tingkat nasional yang bersikap totaliter atau absolut..
5) Pemimpin yang tidak KKN. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
tidak adanya KKN adalah hal yang paling di inginkan oleh masyarakat.
6) Pemimpin
yang transparan dan akuntabel. Keterbukaan di era reformasi
ini menjadi salah satu syarat untuk mewujudkan tata pemerintahan yang clean goverment dan good governance agar tidak ada lagi issu-issu tentang KKN.
7) Pemimpin
yang Mau menerima saran dari orang lain. Saran
atau kritik membangun adalah salah satu cara dalam meningkatkan mutu dan kemampuan seorang pemimpin, dan
pemimpin tingkat nasional diharapkan bisa menerima kritik maupun saran.
8) Pemimpin
yang memenuhi syarat index kepemimpinan sesuai dengan sistem rekruitmen. Kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang dilakukan melalui sistem rekrutmen dengan baik dan benar.
Dengan
demikian akan lahir pemimpin tingkat nasional yang berkualitas sesuai dengan
yang diharapkan.
e.
Dilihat dari aspek Keadilan
1) Pemimpin
yang merakyat dan sederhana. Pemimpin tingkat nasional harus bisa membaur dengan
rakyatnya/warganya dan tidak merasa sebagai orang yang istimewa. Seorang pemimpin adalah pelayan tanpa
batas.
2) Pemimpin
yang menjunjung tinggi hukum. Sebagai seorang pemimpin/pejabat publik pemimpin tingkat nasional harus
bisa menjunjung tinggi hukum dan tidak boleh menyepelekan hukum tersebut.
3) Pemimpin
yang pertisipatif, bijak, dan berpegang teguh pada aturan dan keadilan. Pemimpin tingkat nasional harus mengambil suatu keputusan atau kebijakan harus
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan teori sifat dari
Tead bahwa seorang pemimpin harus integrity mempunyai pribadi yang kuat dan
menjunjung tinggi keadilan.
f. Dilihat
dari aspek Patriotisme
1) Pemimpin
yang rela untuk berkorban Sikap rela berkorban harus ditanamkan dalam jiwa pemimpin tingkat nasional agar lebih
bisa menghormati dan menghargai negara dan bangsanya. Hal ini sesuai dengan
prinsip satya dikahulunan dalam
siksakandang karesian.
2) Pemimpin
yang Komitmen, konsisten dan konsekuen terhadap
nasionalisme Pemimpin
tingkat nasional harus komitmen dan konsisten serta konsekuen dengan
apa yang telah diucapkan, tidak hanya mengumbar janji tapi harus ditepati. Hal
ini sesuai dengan prinsip kepemimpinan yang bawalaksana,
sacidu metu saucap nyata dalam Master Leadership.
3) Pemimpin
yang memahami nilai-nilai luhur bangsa Pemahaman terhadap nilai-nilai luhur bangsa
harus tercermin pada sikap
dan perilaku pemimpin tingkat nasional, dengan
lebih mengedepankan budaya-budaya lokal, aset-aset negeri harus lebih
diperhatikan jangan sampai dikelola oleh pihak asing.
4) Pemimmpin yang profesional sehingga tidak merugikan bangsa dan
negara Pemimpin tingkat nasional dalam mengelola sistem tata
pemerintahannya harus berdasarkan atas
profesionalisme yang tinggi sesuai dengan kapabilitas dan keahlianya
masing-masing dengan lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Hal ini
sesuai dengan teori sifat Tead, sebagai pemimpin yang mempunyai technical mastery, yang mempunyai kecakapan teknis yang baik.
g. Dilihat
dari aspek Pluralis dan Multikulturalis
1) Pemimpin
yang menghargai dan memahami nilai-nilai kearifan lokal. Pemimpin
tingkat nasional harus lebih menghargai dan memahami nilai-nilai luhur kearifan
lokal karena nilai-nilai tersebut sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang
sudah digunakan oleh para nenek moyang yang terbukti berhasil dalam
kepemimpinan pada jamanya. Hal ini sesuai dengan teori sifat dari Lock sebagai
pemimpin yang kreatif yang mampu beradaptasi dengan lingkungan.
2) Pemimpin
yang tidak diskriminatif sikap
diskriminatif harus dihilangkan oleh pemimpin-pemimpin saat ini, terutama terhadap golongan minoritas baik secara ras, agama,
maupun kelompok.
Dengan demikian tidak ada lagi konflik-konflik sosial yang disebabkan karena
perbedaan SARA.
3) Pemimpin
yang menghargai perbedaan tidak bersikap stereotif negatif diharapkan
tidak ada lagi perlakuan yang
negatif/diskriminatif terhadap etnik-etnik
tertentu yang bisa menimbulkan konflik sosial yang dilakukan oleh pemimpin
tingkat nasional. Hal ini sesuai dengan teori sifat Locks yakni teori sifat
yang fleksibilitas yang mampu menyesuaikan situasi dan kondisi.
3.
Kepemimpinan Nasional Dalam Perspektif Kearifan Lokal
Agar kepemimpinan nasional yang berbasis empat
konsensus dasar kebangsaan lebih optimal sehingga mampu mewujudkan rasa persatuan
dan kesatuan maka diajukan untuk segera membuat rumusan tentang nilai-nilai
kepemimpinan nasional yang khusus berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal yang
unggul, lengkap dan terperinci mulai dari definisi, asas-asas, filosofi dan
lain-lain sehingga bisa menjadi pedoman bagi seluruh kader pimpinan tingkat
nasional. Adapun konsepsi nilai-nilai kearifan lokal tersebut adalah sebagai
berikut:
1)
Pengertian
kepemimpinan : Dalam merumuskan Pengertian kepemimpinan pun
harus di reaktualisasi kembali yang sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal,
kepemimpinan atau leader tidak lagi diartikan sebagai cara untuk menggerakkan
atau mempengaruhi orang lain dimana hal tersebut lebih berkonotasi pada
pemahaman leadership yang lebih berorientasi pada kekuasaan atau leader by
position. Namun dalam konsep kearifan lokal sebagaimana tertuang dalam naskah
Sang Hyang Siksakandang Karesian kepemimpinan diartikan sebagai: Parigeuing
(mengingatkan) atau eling, jadi seorang pemimpin harus senantiasa eling
mengingatkan bawahanya kearah jalan yang benar (Wattawa saubilhaq wattawa
saubil sobr) dengan mengedepankan keteladanan sehingga yang dipimpin dengan
senang hati sadar dibawa kearah tujuan
bersama disini kepemimpinan diartikan bukan sebagai alat kekuasaan tapi sebagai
alat untuk saling mengingatkan tentang kebenaran.
2)
Azas
kepemimpinan :
(a). Saling
Asih, asah, asuh (saling mengasihi, saling mengajari, dan saling
membimbing)
(b). Ing madya mangun karso, ing ngarso sung
tulodo, Tutwuri Handayani (dari tengah memberikan semangat, dari depan memberi
teladan, dari belakang memberi dorongan)
(c). Sipaka
Inga, sipaka tau, sipaka lebi (saling mengingatkan, saling memberi tahu, dan saling menghargai)
3)
Filosofi
Kepemimpinan :
(a)Pakeun
heubeul jaya dibuana pake gawe kerta bener, pake gawe kerta rahayu (jika
ingin jaya didunia bekerja harus selalu berlandaskan kebenaran, maka akan
mencapai keadilan dan kesejahteraan. Membangun kekuatan dalam kedamaian,
membangun kekuatan dengan kerendahan hati)
(b)
Tata
tentrem kerta raharja (kondisi yang aman dan tentram akan
membuat gairah kerja, yang selanjutnya akan menciptakan kesejahteraan)
(c)
Rumangsa
Handak Beni, Melu Hangrukebi, Mulat
Sarira Hangrasa Wani
(d)
Hana
nguni hana mangke, tan hana nguni tan hana mangke (tidak
ada hari ini tanpa hari kemarin, makanya generasi saat ini harus menghargai
sejarah masa lalunya dengan cara menghargai para pendahulunya terutama orang
tua dan orang-orang yang dituakan).
(e)
Elmu
pare: agamaning pare lamun umeusi ta karah lagu tungkul haray hay asak, lamun
pare tanggah, ta karah nunjuk langit haray hay tanggah, asak tanggah, pare hapa
ngarana (ilmu padi jika semakin berisi maka semakin merunduk, itu
pertanda padi yang matang. Jika padi menunjuk langit, saat menguning tetap
tengadah, masak tetap tengadah itu pertanda padi hampa namanya).
4)
Prinsip-prinsip
Kepemimpinan :
(a)
Bawa
laksana Saciduh metu saucap (komitmen, konsisten,
konsekuen)
(b)
Ojo
dumeh, ojo kagetan, ojo gumunan
(c)
Ulah
botoh bisi kokoro (Jangan serakah akan sengsara)
(d) Ulah batengah bisi kateker
(jangan sombong akan celaka/tersingkir)
(e)
Wayah
wilayah lampah (perhatikan waktu dan tempat kemudian baru
bersikap)
(f)
Galih
na wening ati, galeuh na di unggal leuweung, galuh na cahyaning ratu (hati
yang bening, mengelola hutan dengan arif, akan membawa pada kejayaan bangsa dan
negara).
(g) Rasa cipta karsa, Sabda hedap ambeg (satu
pikiran, satu perkataan, satu perbuatan).
(h) Lain pamimpin nu ngudag jabatan tapi
pamimpin nu amanah (bukan pemimpin yang mengejar jabatan tapi
pemimpin yang berbuat nyata sesuai dengan fungsinya masing-masing-leader by action but not leader by position.
(i) Isen Mulang (Pantang
Menyerah)
5)
Syarat-syarat
Kepemimpinan :
(a) Cageur : Phisical ability : AQ
(b) Bageur : Emotional ability : EQ
(c) Bener : Spritual ability : SQ
(d) Pinter : Intelectual
Ability : IQ
(e) Wanter : Sosial ability : ScQ
(f)
Singer :
Personal Ability : PQ
(g) Teger : Resiliance
ability : RQ
(h) Nanjeur : Exelent ability : ExQ
6)
Sifat-sifat
Kepemimpinan :
(a) Seabgai
leader (g) Sebagai entertainer
(b) Sebagai
manajer (h) Sebagai Enterpreneur
(c) Sebagai
komander (i) Sebagai designer
(d) Sebagai
teacher (j) Sebagai servicer
(e) Sebagai
father
7)
Tipe
Kepemimpinan :
(a) Nasional (d) Sebagai Abdi
(b) Visioner (e) Sebagai Prabu
(c) Negarawan (f) Sebagai palanka
8)
Jenis
Kepempinan :
(a) Dasa
prasanta (10 Penenang Hati)
(b) Hasta
Brata (Delapan Laku Kebajikan)
(c) Serat
Pamarayoga
(d) Asta
guna (8 kerarifan)
(e) Dasa
kreta (10 Pantangan)
(f) Kepemimpinan
Model Gajah Mada
(g) Hasta
Karma Pratama (Delapan Laku Utama)
(h) Dasa
Paramitha (10 Sifat Utama Kendedes)
9)
Sistem
Kepemimpinan
Tri tangtu dibuana ; Prabu, Rama, Resi
10) Indikasi Standar pengukuran kepemimpinan
(a) Standar
moral (d) Standar Intelektual
(b) Standar
mental (e) Standar Emosional
(c) Standar
fisik (f) Standar Sosial
11. Nilai-nilai Karakter Kepemimpinan :
(a) Nilai
Ketuhanan (e) Nilai Keadilan
(b) Nilai
Kemanusiaan (f) Nilai Pluralisme dan Multikultural
(c) Nilai
Persatuan (g) Nilai Patriotisme
(d) Nilai
Demokratik
12.
Kompetensi
Kepemimpinan
(a) Cekatan = Cangcingan (g) Tangkas = Prenya
(b) Terampil = Langsitan (h) Semangat =Morogol-rogol
(c) Tulus
hati = Paka (i) Satria =
Purusa
(d) Rajin = Rajeun (j) Cermat =
Emet
(e) Tekun/ulet = Leukeun (k) Teliti = Imeut
(f) Sabar
Tawaqal= Mwa Surahan (l)
Profesional= Parakadan
13)
Pantangan-pantangan dalam Kepemimpinan
a)
Pantangan
Sebagai Abdi (SSK VI)
(a) Jangan
Mudah Tersinggung = Mulah Babarian
(b) Jangan
Mudah Merajuk = Mulah pundungan
(c) Jangan
Berkeluh Kesah = Mulah Humandeuar
(d) Jangan
Menggerutu = Mulah Kukulutus
(e) Jangan
Mengeluh = Mulah Luhya
(f) Jangan
Kecewa = Mulah Kuciwa
(g) perintah = Mulah Ngontong Dipiwarangl,k.=
(h) Jangan
iri = Mulah Hiri
(i) Jangan
Dengki = Mulah Dengki
b)
Sebagai
Pembaharu (Ilmu Wujud Patanjala-air
sungai yang mengalir) - AG Verso VI
(a) Jangan
mudah terpengaruh (Mulah kasimuatan)
(b) Jangan
peduli terhadap godaan (Mulah kasiweuran
kanu tapa)
(c) Jangan
dengarkan ucapan yang buruk (Mulah
kapidenge ku na carek gwareng)
(d) Pusatkan
pada cita-cita/tujuan (ongkoh-ongkoh
dipitineung maneh).
c)
Empat
larangan Dalam Cara Berbicara (AG Verso III)
(a) Jangan
Berteriak = Mulah Kwanta
(b) Jangan
Menyindir = Mulah Majar Laksana
(c) Jangan
Menjelekkan = Mulah Mudahkeun Pada Janma
(d) Jangan
Berbohong = Mulah Sabda Ngapus
d)
Pantangan
sebagai Negarawan (AG Rekto III)
(1) Jangan
bentrok (mulah pabwang)
(2) Jangan
berselisih paham (mulah pasalahan paksa)
(3) Jangan
saling bersikeras (mulah pakeudeu keudeu)
(4) Jangan
berebut peghasilan (Haywa pa’ala-ala
pamonang)
(5) Jangan
memperebutkan kedudukan (Haywa pa’ala-ala
kalungguhan)
(6) Jangan
memperebutkan kebenaran (mulah
miprangkeun si bener)
(7) Jangan
memperebutkan hadiah (Haywa pa’ala-ala
demakan).
DAFTAR
PUSTAKA
Adi Sujatno, 2007, MORAL DAN ETIKA KEPEMIMPINAN, Merupakan landasan kearah
kepemerintahan yang baik (Good Governance), Jakarta: MontasAD.
Andry Corry wardhani, Komunikasi Pemerintahan Daerah Berbasis Kearifan Lokal.
Anton Charliyan, 2013, Kepemimpinan Nasional Berbais Kearifan Lokal menuju Masyarakat Tatatengtrem
Kertaraharja, Jakarta: Solusi Publishing
Anton Chrliyan,
Yana Sofyan Panigoro, 2013. Master Leadership,
Menyingkap 99 Rahasia Kearifan Lokal Nusantara Soal Kepemimpinan, Solusi Publishing, Jakarta.
Atja, 1981 Sang Hyang Siksakandang Karesian, Naskah
Sunda Kuno, Kabuyutan Ciburuy Bayongbong Garut
Atja, 1981, Amanat galunggung Naskah Sunda
kuno, Kabuyutan Ciburuy Bayongbong Garut
Badan Pusat Statistik 2010
Bambang Pranowo, 2013, Kuliah Identitas Nasional Lemhannas RI, Jakarta
Darma Kusuma, 2013, Kuliah Kepemimpinan, Jakarta
Hasan Basri, 2012, Optimalisasi Pengamalan Al-Quran Menuju Masyarakat Madani, Jakarta
Jim
Collins, 2001, Level 5 leadership : The
Triumph of Humanity and Fierce Resolve, Harvard Bussiness Review.
Kamus
besar Bahasa Indonesia
Kartini Kartono, 2001, Pemimpin dan Kepemimpinan. Cetakan yang kesembilan Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Lemhannas RI, 2012, Buku Induk Nilai-nilai Kebangsaan Indonesia yang bersumber dari Empat
konsensus Dasar Bangsa, Jakarta
Lemhanas RI, 2013, Modul Kepemimpinan Nasional, PPSA XIX, Jakarta.
Lemhanas RI, 2013, Modul Ketahanan Nasional, Konsepsi Gatra, Gatra Geografi, Topografi,
PPSA XIX, Jakarta.
Lemhanas RI, 2013, Modul Wawasan Nusantara, Konsepsi Dasar Wawasan Nusantara, PPSA
XIX, Jakarta.
Margaretha Hanita, 2003, Bahan Mata Kuliah Teori Stratejik dan
penyelesaian Konflik, Program Pasca sarjana, KSKN UI, Jakarta.
Muladi, 2013,
Kepemimpinan Negarawan (Perpaduan antara Manejer, Pemimpin dan
Negarawan) Dalam Memantapkan Nasionalisme Kultur dan Nilai-nilai Pancasila, Jakarta.
Pleyte, CM 1966, Tjarita Parahijangan dan
Rahijang Sandjaja Basis XV-7
Rahmat Taufik Hidayat, 2005,
Peperenian Urang Sunda, PT. Kiblat Bandung
S. Khalili, 1994, Leadership Style and Their Applications in the Iranian Manajement
System, Teheran.
Smith, Mark K.
(2008), How to cite this article: ‘Helping
relationships’, the encyclopaedia of informal education. www.infed.org/mobi/helping-relationships-principles-theory-and-practice.
Tap
MPR No IV/MPR/1999
T Ronny R Nitibaskara, 2002, Paradoksal Konflik dan Otonomi Daerah,
Peradaban, Jakarta.
Warren Bennis, 2010,
Menjadi Pemimpin Efektif (On
Becoming A Leader), Elex Media Computindo, Jakarta.
Yosep
Iskandar, 1997, Sejarah Jawa Barat, Yuganing
Rajakawasa, CV Geger Sunten, Bandung
Daftar Web
http://dessy-septiyani.blogspot.com/2012/04/pertumbuhan-ekonomi-di-era-reformasi.html
http://id.berita.yahoo.com/nato-pantau-situasi-semenanjung-korea-060823992.html
http;//id.berita.yahoo.com/icw-52-kader-parpol-terjerat-korupsi-selama-2012
http://karodalnet.blogspot.com/2011/10/pengertian-kearifan-lokal.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Dingin
http://www.harian-global.com/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/06/keadaan-politik-thailand-saat-ini-dengan-gencarnya-pemberitaan-di-berbagai-media-tentang-situasi-di-thailand-khususnya-di-bangkok-sebagai-ibukota-saya-merasa-perlu-untuk-menjelaskan-keadaan-lewat-k/
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2013/05/130507_malaysia_anwaribrahim_kecurangan.shtml
http://news.liputan6.com/read/527647/filipina-kesultanan-sulu-pilih-perang-dengan-malaysia
http://www.setkab.go.id/artikel-3630-hubungan-indonesia-myanmar-dan-situasi-politik-di-myanmar.html
http://politik.kompasiana.com/2011/05/16/ideologi-pancasila-jurus-jitu-hadapi-tantangan-global-365134.html
http://www.tribunnews.com/nasional/2012/07/19/298-kepala
daerah tersangkut korupsi, diunduh pada 14 Agustus 2013, Pukul 00.37 Wib
[1]
Lemhanas RI,
Modul Bidang Studi/Materi Pokok
Kepemimpinan,
Sub BS Kepemimpinan Nasional
PPSA XIX, Jakarta, 2013, Hal 50
[2]
http://www.tribunnews.com/nasional/2013/07/19/298-kepala-daerah-tersangkut-korupsi,
diunduh pada tgl 14 Agustus 2013, Pukul 00.37 Wib.
[3]
Jim Collins, Level 5 leadership : The Triumph of Humanity
and Fierce Resolve, Harvard Bussiness Review, 2001, hal.70
[4]
Lemhanas RI,
Modul Bidang Studi/Materi Pokok
Kepemimpinan,
Sub BS Kepemimpinan Nasional
PPSA XIX, Jakarta, 2013, Hal 7
[5]
Ibid.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus