Selasa, 10 Desember 2013

KEPEMIMPINAN DASA PRASANTA YANG MENENANGKAN



KEPEMIMPINAN DASA PRASANTA 
(10 CARA KEPEMIMPINAN YANG MENENANGKAN)
          Konsep kepemimpinan  ala Sunda ternyata telah pernah dipraktekkan sejak ratusan tahun  silam. Sehingga, tidak salah apabila bangsa Indonesia menggali kembali ajaran leluhur yang telah mengakar panjang tersebut. Sudah pasti bahwa khasanah pemikiran tentang leadership dari para tokoh tersebut telah melalui proses pemikiran cukup panjang.
          Salah satu konsep itu adalah Sanghyang Siska Kandang Karesian (SSKK). Yakni sebuah konsep kepemimpinan yang berasal dari Tatar Kerajaan Sunda berdasarkan prasasti Cibadak Sukabumi yang bernomor D-98, yang menyangkut seruan dan sumpah Sri Jayabupati raja Sunda, dan piagam Kebantenan nomor III/IV yang berisi tentang penetapan batas Dayeuh Jayagiri dan Dayeuh Sunda Sembawa.
Konsep SSKK mengungkap tuntunan moral berkaitan dengan keahlian, pekerjaan atau jabatan, terutama perilaku yang harus diketahui dan dilakukan oleh seorang ‘pemimpin’, yang disebut dengan istilah Dasa prasanta, sepuluh penenang (cara memberi perintah yang baik agar yang diperintah atau bawahan merasa senang). Dasa Prasanta berkaitan erat dengan sikap pemimpin yang harus mampu menunjukkan kepiawaiannya dalam mengelola orang yang dipimpinnya. Dengan kemampuannya ini menjadikan sang pemimpin tersebut dihormati dan bahkan diagungkan.
          Selain sebagai seorang leader , memang pada awalnya seorang pemimpin akan memulai keterlibatannya secara total-holistik dalam upaya mempengaruhi, mengarahkan dan mengkoordinasikan orang-orang sekelilingnya; sehingga pada akhirnya sang pemimpin mampu mendelegasikan wewenang kepada bawahannya. Dasa prasanta ‘sepuluh penenang’ tersebut terdiri atas: 
a.       Guna ‘bijaksana/kebajikan, perintah yang diberikan oleh seorang pemimpin dipahami manfaat dan kegunaannya oleh bawahannya, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Disini seorang pemimpin dituntut berbuat dan berperilaku secara bijak. Diantaranya, tahu kapan waktu yang tepat untuk membuat perintah. Tidak asal perintah.
b.       Ramah ‘bertindak seperti orangtua yang bijak dan ramah atau bestari’, keramahan seorang pemimpin akan menumbuhkan rasa nyaman dalam bekerja dan beraktifitas. Sesungguhnya pemimpin yang ramah tidak akan mengurangi rasa kewibawaan seorang pemimpin. Justru keramahan pemimpin bisa menjadi daya tarik bagi bawahan untuk mengungkapkan atau menyampaikan hal-hal penting yang selama ini tidak tersampaikan. Situasi dan suasana kondusif harus terus dibangun agar keramahtamahan akan menjadi ‘sesuatu’ nilai yang sangat baik dan menyenangkan bagi semua pihak.
c.        Hook ‘sayang atau kagum’, perintah seorang pemimpin dianggap sebagai representasi kekaguman atas prestasi dari orang yang diperintahnya. Dengan cara ini, bawahan menjadi entengan dan tidak memiliki beban apapun ketika harus menjalankan tugas atau perintah atasan. Bayangkan bila ada anak buah tidak pernah diperintah, dipanggil, dan diperhatikan. Tentu ia akan merasa tidak “disayang”.
d.       Pesok ‘memikat hati atau reueus/bangga’, seorang pemimpin harus mampu memikat hati bawahannya serta merupakan kebanggaan juga bagi bawahannya. Perintah yang disampaikan dengan cara yang menimbulkan kebanggaan bagi yang diperintah. Hal demikian akan mampu mendorong kepercayaan bawahan yang diperintah. Dalam soal seperti ini, Presiden Soekarno benar-benar jago dan orang yang pas sebagai contoh pemimpin yang bisa dipakai untuk menggambarkan tokoh Pesok ini. Banyak sudah saksi sejarah yang mengatakan hal seperti itu.
e.        Asih ‘kasih, sayang, cinta kasih, iba’, perintah pemimpin harus dilandasi dengan perasaan kemanusiaan yang penuh getaran kasih. Tidak mudah menjalankan konsep asih ini. Sebab, dalam melaksanakan konsep ini  harus benar-benar keluar dari hati terdalam.
f.         Karunya ‘iba/sayang/belas kasih’, sebenarnya hampir sama dengan asih, namun dalam karunya/karunia. Perintah pemimpin harus terasa  sebagai suatu kepercayaan dari pemimpin kepada yang dipimpinnya.
g.       Mupreuk ‘membujuk dan menentramkan hati’, seorang pemimpin seyogyanya mampu membujuk dan menentramkan hati yang dipimpinnya dengan cara menumbuhkan semangat kerjanya.
h.       Ngulas ‘memuji disamping mengulas, mengoreksi’, melalui cara bermacam-macam. Seorang pemimpin tidak ada salahnya memuji pekerjaan atau keberhasilan yang dipimpinnya sebagai penghargaan dan pendorong kea rah yang lebih baik. Tradisi memberi pujian dan penghargaan ini masih sangat langka. Sebaliknya, mengkritik, mencela dan semacamnya lebih banyak dijumpai dalam praktek sehari-hari. Kita ini sebagai bangsa, masih lebih suka mencela dan mengkritik. Kebiasaan seperti ini sebenarnya kurang baik. Akan lebih baik bila kita juga memberi solusi atau jalan keluar bagi setiap persoalan yang ada.
i.         Nyecep ‘membesarkan hati dan memberikan kata-kata pendingin yang menyejukkan hati’, bisa juga diartikan memberi perhatian berupa moril maupun materiil walau hanya berupa ucapan terimakasih atau pemberian ala kadarnya sebagai penyejuk hati juga dikala yang dipimpinnya mendapat musibah atau tidak berhasil dalam suatu pekerjaan.
j.         Ngala angen ‘mengambil hati’, mampu menarik hati dan simpati bawahannya atau yang dipimpinnya, sehingga tersambung ikatan silaturahim yang kenal dan harmonis.
          Dasa Prasanta sebagaimana yang telah disajikan apabila kita cermati secara seksama, kaidahnya berpijak kepada kuantitas dan kualitas hubungan antarmanusia (human relationship) namun tidak dalam kondisi hubungan majikan-buruh yang kaku dan otoriter. Dalam proses komunikasinya menggunakan silih asih, silih asah dan silih asuh Kepemimpinan yang mampu menerapkan konsep seperti ini pastilah muncul keserasian antara pemimpin dengan masyarakatnya.
Berdasarkan  kajian SSKK seseorang dapat dikatakan memiliki keahlian Dasa Prasanta apabila kualitas dirinya telah ‘mumpuni’. Dalam arti, seorang pemimpin harus ‘kharismatik’, ‘pamor’ atau ‘tuah’ yang terbersit dari kualitas batiniahnya, sehingga akan tampak dalam kehidupan sehari-harinya, terpancar dalam setiap gerak dan langkah perilaku.  Memang semua itu sangat tergantung pula kepada karakter, tabiat atau kepribadian yang melekat pada diri seorang pemimpin  .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar