Filosofi Kepemimpinan Tri-Dharma KGPAA
Mangkunegara I
Sejarah selalu mencatat dengan goresan
tinta emas, apabila pelakunya memiliki “sesuatu” yang fenomenal. KGPA
Mangkunegara I adalah salah satu tokoh yang patut dicatat karena memiliki
ajaran kepemimpinan cukup memberi makna dan dampak nyata dalam masa kepemimpinannya.
Maka memang akhirnya layak jika tokoh kita
ini masuk menjadi seorang pahlawan nasional. Mengapa demikian? Prestasi yang
pernah dilakoni adalah saat bertempur melawan Belanda pada abad ke-18, sekitar
pertengahan tahun 1700-an dimana Pangeran Samber Nyawa, yang telah menduduki
takhta bernama Kanjeng Gusti Pangeran Arya Adipati Mangkunegara I.
Dalam masa keprihatinan yang mendalam
masa-masa perjuangan, beliau memimpin anak buahnya dengan memacu semangat untuk
bangkit dari keterpurukan. Yakni menggunakan filosofi kepemimpinan yang dikenal
dengan nama Tri-Dharma terdiri atas 3 ajaran sebagai berikut:
1) Rumongso
Melu Handarbeni, (merasa ikut memiliki). Ajaran ini memberikan petunjuk bahwa
setiap pejabat Negara mestinya selalu merasa memiliki sifat-sifat
yang dihubungkan dengan tugas negara, lembaga, dan lain-lain.
Dengan merasa memiliki maka apapun yang
dikerjakan dilakukan dengan penuh tanggung jawab, tidak sembrono, dan
mengelolanya dengan baik. Setiap orang seyogiyanya merasa bahwa keseluruhannya
itu merupakan milik kita dalam arti positif, yaitu suatu semangat untuk sayang
kepada yang kita miliki. Dengan demikian dalam melaksanakan tugas, kita akan
lebih bersungguh-sungguh karena sadar bahwa yang kita lakukan adalah untuk
kepentingan kita sendiri dan lingkungan.
2) Wajib Melu
Hangrukebi, (wajib ikut membela). Mengingat bahwa yang kita hadapi adalah milik
kita, maka sebagai konsekuensinya kita wajib membela dan memeliharanya dengan
baik secara sukarela tanpa diperintah. Sehingga setiap menghadapi persoalan
selalu dilihat dalam perspektif ikut mempertanggung-jawabkan setiap tugas yang
diembannya.
3) Mulat Sariro
Hangroso Wani, (Mawas diri, untuk kemudian berani bersikap). Seseorang yang
akan bertindak seyogyanya melihat kedalam dirinya dengan jujur, apakah yang
akan dilakukannya tersebut selaras antara pikiran, perkataan, dan perbuatannya.
Dengan sikap ini tentu sangat kecil peluang untuk melakukan kecerobohan, melalaikan tugas, mangkir, dan sejenisnya. Sebab disini kehati-hatian benar-benar menjadi pertimbangan utama sebelum melangkah. Setiap langkah selalu mempertimbangkan apakah langkahnya tersebut telah diperhitungkan dengan matang.
Ajaran Tri-Dharma telah berlalu melewati ruang dan waktu. Namun makna dari ajaran tersebut lestari dan masih sangat actual untuk bisa dilaksanakan hingga kini. Tidak salah jika ajaran tersebut masih relevan untuk diparaktekkan dalam alam Negara modern saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar