DELAPAN COMPETENSI KEPEMIMPINAN SUNDA
Ada beberapa istilah Sunda seperti cageur
(sehat), bageur (baik
perilakunya), bener (benar), pinter (berwawasan luas), wanter (Berani),
tur singer (terampil), yang dianggap
sebagai sifat dan karakter yang harus dimiliki orang Sunda. Kelima istilah
tersebut sebenarnya berkaitan erat dengan kompetensi ‘pemimpin’ sebagaimana
diungkapkan naskah SSK, FCP, AG, dan SH.
Naskah Sunda mengisysratkan delapan sikap sebagai kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin. Disamping ke enam kompetensi di atas, dikenal
pula istilah teger (ulet) dan nanjeur (tangguh) yang bisa dibandingkan
dengan 6 Point Leadership Modern
Model FBI 2012, tanpa teger dan nanjeur.
Beragam kamus bahasa Sunda yang disusun R Satjadibrata, R.A. Danadibrata, atau
LBSS hanya menjelaskan arti secara leksikal.
a. Cageur diartikan tidak sedang
terkena penyakit,sehat atau sudah/baru sembuh. Pemimpin Sunda harus memiliki
badan kaya (sehat/kuat)-wak (bersabda/energik)-cita (senantiasa memelihara hati).
Seorang pemimpin harus sehat, kuat, energik, dan senantiasa bertindak dengan
hati, yang berkaitan denan AQ dan PQ (Phisical
Ability).
b. Bageur adalah orang yang suka
memberi, baik perilakunya dan tidak nakal. Seorang pemimpin harus memiliki
sikap animan (lemah lembut), dalam
arti tidak berperilaku kasar. Bageur
lebih mengarah kepada perilaku budi (bijak)-guna
(arif)-pradana (saleh), dan ramah (bestari). Pemimpin harus
berperilaku arif bijaksana dan saleh, disamping bijak dalam memandang segala
hal serta ramah, karawaleya
‘dermawan’. Kesalehan sosial sangat diperlukan dari seorang pemimpin,
berhubungan dengn Emotionality Ability
(EQ).
c. Bener ‘benar’, tidak salah,
sungguh-sungguh. Seorang pemimpin harus lurus dan menjunjung tnggi kebenaran,
memikili sifat jujur atau isitwa,
baik dalam perkataan, pemikiran, maupun perbuatan agar dipercaya oleh orang
lain, sehingga terjalin kesepahaman yang harmonis. Adanya kesepahaman antara
pikiran, perasaaan, dan tindakan (saciduh
metu saucap nyata). Dalam Sanghyang
Hayu dikatakan adanya keselarasan antara mata (penglihatan), tutuk (ucapan)-talinga (pendengaran), apa yang dilihat dan didengar harus sesuai
dengan apa yang diucapkan, selaras dengan Moral
Ability atau SQ.
d. Pinter ‘pintar/pandai’,
berpengatahuan, mampu bekerja, mudah mengerti. Pemimpin harus mahiman (berwawasan luas dan cerdas),
memiliki berbagai macam pengetahuan dan berwawasan tinggi. Seorang pemimpin
selain pinter juga harus memiliki keseimbangan rasa dalam bertindak, selaras
dengan Intelectual Ability (IQ).
e. Singer ‘terampil, gesit,
cekatan’, yang disebut dengan lagiman atau
cangcingan. Langstan ‘rapekan’, segala bisa, multi talenta dan pro aktif. Rajeun ‘rajin’. Selama hidupnya tetap
berkarya. Morogol-rogol’ bersemangant,
beretos kerja tinggi’. Keinginannya untuk berkarya dengan kualitas unggul dan
terbaik, berkenaan dengan Personal
Ability (PQ).
f. Teger ‘tidak takut dan tidak
khawatir sedikitpun’ panceg hate
‘tidak plin plan’, kalem dan berpendirian. Seorang pemimpin harus ahiman ‘tegas’, prakamyadan leukeun ‘ulet/tekun’.
Ketekunan dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan dengan penuh kesabaran.
Pemimpin tidak boleh putus asa dalam menghadapi segala kondisi. Teger berkaitan dengan wasitwa ‘terbuka untuk dikritik’ ‘legowo’ dan bijaksana selaras dengan Reliciance Ability (RQ).
g. Tajeur/tanjeur ‘mampu
berdiri kokoh di atas kaki sendiri’. Pemimpin harus prapti ‘tepat sasaran’, memiliki ketajaman berpikir. Jika keliru
atau berspekulasi hal itu akan menghambat suatu pekerjaan, selaras dengan Exelent Ability (ExQ).
h. Wanter ‘berani taampil dalam
kondisi apapun namun luwes’. Wanter
harus purusa ning sa ‘berjiwa
pahlawan, jujur, berani’. Kretatif dan inovatif. Para pembaharu yang berani
menantang kemandegan pemikiran manusia. Widagda
‘bijaksana, rasional dan memiliki keseimbangan rasa’. Paka pradana ‘berani tampil sopan, beretika’. Gapitan ‘berani berkorban untuk keyakinan dirinya”. Ini selaras
dengan Social Ability.
Kedelapan
karakter orang Sunda dimaksud melekat pada seorang pimpinan, maka akan
melahirkan manusia unggul (maung)
yang ulet dan tangguh, sehingga melahirkan konsepsi ketahanan pribadi/nasional.
Delapan kemampuan sebagai pemimpin ini sejalan dengan New Leadership dari FBI USA tahun 2012, sebagaimana disampaikan
Prof.Dr. Hermawan Kertajaya pada saat Rapim TNI dan Polri tahun 2013 di
Auditorium PTIK Jakarta.
Dalam Amanat Galunggung (AG) Verso III
dirumuskan sosok pemimpin yang ‘mulya’
antara lain harus mempunyai sifat: siniti
(bijak), sinityagata (benar), siaum (adil dan takwa), sihooh (serius), sikarungrungan (simpatik), semuguyu
(ramah), tejah ambek (rendah
hati/sabar), guru basa (mantap
bicara). Hal ini sejalan dengan Filder (1997), yakni kepemimpinan pada dasarnya
merupakan pola hubungan antarindividu yang menggunakan wewenang dan pengaruh
terhadap kelompok agar bekerja sama untuk mencapai tujuan.
Pemimpin
yang berkarakter menurut AG adalah adanya keberhasilan kaderisasi sebagaimana
tersurat sebagai berikut: hana nguni hana
mangke tanhana nguni tanhana mangke (tidak ada dahulu kalau tidak ada
sekarang dan tidak ada diri kita hari ini jika tidak ada para leluhur kita
terdahulu), sehingga yang lebih tua harus menjadi guru dan teladan bagi
yang lebih muda, sebaliknya yang muda wajib menghormati dan mau belajar
dari yang lebih tua. Dengan demikin, terjadi siklus pengkaderan secara
sistematis dari para pendahulu kepada generasi penerusnya.
Untuk
itu, leadership Sunda harus
diaktualisasikan secara komitmen, konsisten, konsekuen, conecton (adanya pola hubungan yang berkelanjutan), dan adanya
komunikasi yang selaras serta harmonis antara pemimpin dengan yang dipimpin,
antara pendahulu dan penerusnya. Karena salah satu krteria seorang pemimpin
yang baik adalah yang mampu menyiapkan kader-kader penggantinya.
Konsep
atau pola kepemimpinan yang tersirat dalam naskah Sanghyang Siksakandang Karesian, Fragmen Carita Parahiyangan, Sanghyang
Hayu maupun naskah lainnya seperti Amanat
Galunggung dan Carita Ratu Pakuan,
bila ditarik benang merahnya setidaknya harus mampu berperan sebagai:
a. Leader (adanya kesepahaman
dalam satu pikiran, satu perkataan, dan satu perbuatan dengan benar,
mengajarkan tentang kebenaran dengan pola keteladanan).
b. Manager (memiliki kemampuan
dalam hal manajerial dan mengajarkan tentang sesuatu yang baik, misal aturan
yang baik, perencanaan yang baik, dan lain-lain).
c. Entertainer (ada
kaitannya dengan masalah human relations.
Seorang pemimpin harus dapat membina hubungan baik dngn sesama mnusia secara
horisontal dengan pimpinan manapun, disamping dapat membina hubungan baik
dengan bawahannya serta dengan lingkungan sekitarnya).
d. Entrepreneur
(memiliki jiwa kewirausahaan. Seorang pemimpin memerlukan jiwa marketing,
kejuangan yang tinggi serta ulet, tahan banting agar kepemimpinannya bisa
berjalan dengan baik tak tersisihkan).
e. Commander (mampu
memberi perintah sekaligus menjadi pendorong (maker) atau pemberi motivasi bagi
bawahannya, mampu memutuskan masalah dengan cepat dan tepat, mampu menegur dan
sebagai penanggung jawab utama dalam organisasi).
f. Designer (mampu berperan sebagai
perancang diberbagai bidang bagi kemajuan yang dipimpinnya).
g. Father (bertindak kebapakan,
layaknya seorang ayah terhadp anak-anaknya dengan penuh kasih sayang).
h. Servicer (harus mampu menjadi
pelayan yang baik, karena pada dasarnya seorang pemimpin adalah seorang
‘pelayan’ yang bertangung jawab kepada masyarakatnya).
i. Teacher (mampu menjadi guru,
pendidik, dan pengajar yang baik serta menjadi teladan bagi
masyarakat/bawahannya).
Apabila
kesembilan karakter tersebut sudah melekat sebagai sikap pada diri seorang
pemimpin, ia akan menjadi seorang “Tokoh”
atau “Master” yang dicintai,
dikagumi, disegani dan melegenda, harum mewangi namanya dimata masyarakat,
serta mampu mensejahterakan masyarakatnya. Maka, pemimpin/raja yang demikianlah
yang berhak mendapat gelar sebagai Master
Leadership.
Pada
zaman bihari (dahulu) sebagaimana
terungkap dalam naskah-naskah buhun
lewat fakta filologis, fakta arkeologis, fakta sosial, maupun fakta mental dan
fakta sastra, seorang figur pemimpin ideal yang namannya tetap melegenda dihati
masyarakat maka digelari sebagai Prabu Siliwangi (raja yang harum namanya).
Sebagai Master yang telah mumpuni, maka raja-raja besar diwaktu itu dibelakang
namanya acap digelari: Maharaja, Raja Resi, Ratu Haji dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar