Selasa, 10 Desember 2013

DELAPAN COMPETENSI KEPEMIMPINAN SUNDA



DELAPAN COMPETENSI KEPEMIMPINAN SUNDA
          Ada beberapa istilah Sunda seperti cageur (sehat), bageur (baik perilakunya), bener (benar), pinter (berwawasan luas), wanter (Berani), tur singer (terampil), yang dianggap sebagai sifat dan karakter yang harus dimiliki orang Sunda. Kelima istilah tersebut sebenarnya berkaitan erat dengan kompetensi ‘pemimpin’ sebagaimana diungkapkan naskah SSK, FCP, AG, dan SH.
          Naskah Sunda mengisysratkan delapan sikap sebagai kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Disamping ke enam kompetensi di atas, dikenal pula istilah teger (ulet) dan nanjeur (tangguh) yang bisa dibandingkan dengan 6 Point Leadership Modern Model FBI 2012, tanpa teger dan nanjeur.
          Beragam kamus bahasa Sunda yang disusun R Satjadibrata, R.A. Danadibrata, atau LBSS hanya menjelaskan arti secara leksikal.
a.     Cageur diartikan tidak sedang terkena penyakit,sehat atau sudah/baru sembuh. Pemimpin Sunda harus memiliki badan kaya (sehat/kuat)-wak (bersabda/energik)-cita (senantiasa memelihara hati). Seorang pemimpin harus sehat, kuat, energik, dan senantiasa bertindak dengan hati, yang berkaitan denan AQ dan PQ (Phisical Ability).
b.     Bageur adalah orang yang suka memberi, baik perilakunya dan tidak nakal. Seorang pemimpin harus memiliki sikap animan (lemah lembut), dalam arti tidak berperilaku kasar. Bageur lebih mengarah kepada perilaku budi (bijak)-guna (arif)-pradana (saleh), dan ramah (bestari). Pemimpin harus berperilaku arif bijaksana dan saleh, disamping bijak dalam memandang segala hal serta ramah, karawaleya ‘dermawan’. Kesalehan sosial sangat diperlukan dari seorang pemimpin, berhubungan dengn Emotionality Ability (EQ).
c.      Bener ‘benar’, tidak salah, sungguh-sungguh. Seorang pemimpin harus lurus dan menjunjung tnggi kebenaran, memikili sifat jujur atau isitwa, baik dalam perkataan, pemikiran, maupun perbuatan agar dipercaya oleh orang lain, sehingga terjalin kesepahaman yang harmonis. Adanya kesepahaman antara pikiran, perasaaan, dan tindakan (saciduh metu saucap nyata). Dalam Sanghyang Hayu dikatakan adanya keselarasan antara mata (penglihatan), tutuk (ucapan)-talinga (pendengaran), apa yang dilihat dan didengar harus sesuai dengan apa yang diucapkan, selaras dengan Moral Ability atau SQ.
d.     Pinter ‘pintar/pandai’, berpengatahuan, mampu bekerja, mudah mengerti. Pemimpin harus mahiman (berwawasan luas dan cerdas), memiliki berbagai macam pengetahuan dan berwawasan tinggi. Seorang pemimpin selain pinter juga harus memiliki keseimbangan rasa dalam bertindak, selaras dengan Intelectual Ability (IQ).
e.      Singer ‘terampil, gesit, cekatan’, yang disebut dengan lagiman atau cangcingan. Langstan ‘rapekan’, segala bisa, multi talenta dan pro aktif. Rajeun ‘rajin’. Selama hidupnya tetap berkarya. Morogol-rogol’ bersemangant, beretos kerja tinggi’. Keinginannya untuk berkarya dengan kualitas unggul dan terbaik, berkenaan dengan Personal Ability (PQ).
f.       Teger ‘tidak takut dan tidak khawatir sedikitpun’ panceg hate ‘tidak plin plan’, kalem dan berpendirian. Seorang pemimpin harus ahiman ‘tegas’, prakamyadan leukeun ‘ulet/tekun’. Ketekunan dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan dengan penuh kesabaran. Pemimpin tidak boleh putus asa dalam menghadapi segala kondisi. Teger berkaitan dengan wasitwa ‘terbuka untuk dikritik’ ‘legowo’ dan bijaksana selaras dengan Reliciance Ability (RQ).
g.     Tajeur/tanjeur ‘mampu berdiri kokoh di atas kaki sendiri’. Pemimpin harus prapti ‘tepat sasaran’, memiliki ketajaman berpikir. Jika keliru atau berspekulasi hal itu akan menghambat suatu pekerjaan, selaras dengan Exelent Ability (ExQ).
h.     Wanter ‘berani taampil dalam kondisi apapun namun luwes’. Wanter harus purusa ning sa ‘berjiwa pahlawan, jujur, berani’. Kretatif dan inovatif. Para pembaharu yang berani menantang kemandegan pemikiran manusia. Widagda ‘bijaksana, rasional dan memiliki keseimbangan rasa’. Paka pradana ‘berani tampil sopan, beretika’. Gapitan ‘berani berkorban untuk keyakinan dirinya”. Ini selaras dengan Social Ability.
Kedelapan karakter orang Sunda dimaksud melekat pada seorang pimpinan, maka akan melahirkan manusia unggul (maung) yang ulet dan tangguh, sehingga melahirkan konsepsi ketahanan pribadi/nasional. Delapan kemampuan sebagai pemimpin ini sejalan dengan New Leadership dari FBI USA tahun 2012, sebagaimana disampaikan Prof.Dr. Hermawan Kertajaya pada saat Rapim TNI dan Polri tahun 2013 di Auditorium PTIK Jakarta.
Dalam Amanat Galunggung (AG) Verso III dirumuskan sosok pemimpin yang ‘mulya’ antara lain harus mempunyai sifat: siniti (bijak), sinityagata (benar), siaum (adil dan takwa), sihooh (serius), sikarungrungan (simpatik), semuguyu (ramah), tejah ambek (rendah hati/sabar), guru basa (mantap bicara). Hal ini sejalan dengan Filder (1997), yakni kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan antarindividu yang menggunakan wewenang dan pengaruh terhadap kelompok agar bekerja sama untuk mencapai tujuan.
Pemimpin yang berkarakter menurut AG adalah adanya keberhasilan kaderisasi sebagaimana tersurat sebagai berikut: hana nguni hana mangke tanhana nguni tanhana mangke (tidak ada dahulu kalau tidak ada sekarang dan tidak ada diri kita hari ini jika tidak ada para leluhur kita terdahulu), sehingga yang lebih tua harus menjadi guru dan teladan bagi yang  lebih muda, sebaliknya yang muda wajib menghormati dan mau belajar dari yang lebih tua. Dengan demikin, terjadi siklus pengkaderan secara sistematis dari para pendahulu kepada generasi penerusnya.
Untuk itu, leadership Sunda harus diaktualisasikan secara komitmen, konsisten, konsekuen, conecton (adanya pola hubungan yang berkelanjutan), dan adanya komunikasi yang selaras serta harmonis antara pemimpin dengan yang dipimpin, antara pendahulu dan penerusnya. Karena salah satu krteria seorang pemimpin yang baik adalah yang mampu menyiapkan kader-kader penggantinya.
Konsep atau pola kepemimpinan yang tersirat dalam naskah Sanghyang Siksakandang Karesian, Fragmen Carita Parahiyangan, Sanghyang Hayu maupun naskah lainnya seperti Amanat Galunggung dan Carita Ratu Pakuan, bila ditarik benang merahnya setidaknya harus mampu berperan sebagai:
a.     Leader (adanya kesepahaman dalam satu pikiran, satu perkataan, dan satu perbuatan dengan benar, mengajarkan tentang kebenaran dengan pola keteladanan).
b.     Manager (memiliki kemampuan dalam hal manajerial dan mengajarkan tentang sesuatu yang baik, misal aturan yang baik, perencanaan yang baik, dan lain-lain).
c.      Entertainer (ada kaitannya dengan masalah human relations. Seorang pemimpin harus dapat membina hubungan baik dngn sesama mnusia secara horisontal dengan pimpinan manapun, disamping dapat membina hubungan baik dengan bawahannya serta dengan lingkungan sekitarnya).
d.     Entrepreneur (memiliki jiwa kewirausahaan. Seorang pemimpin memerlukan jiwa marketing, kejuangan yang tinggi serta ulet, tahan banting agar kepemimpinannya bisa berjalan dengan baik tak tersisihkan).
e.      Commander (mampu memberi perintah sekaligus menjadi pendorong (maker) atau pemberi motivasi bagi bawahannya, mampu memutuskan masalah dengan cepat dan tepat, mampu menegur dan sebagai penanggung jawab utama dalam organisasi).
f.       Designer (mampu berperan sebagai perancang diberbagai bidang bagi kemajuan yang dipimpinnya).
g.     Father (bertindak kebapakan, layaknya seorang ayah terhadp anak-anaknya dengan penuh kasih sayang).
h.     Servicer (harus mampu menjadi pelayan yang baik, karena pada dasarnya seorang pemimpin adalah seorang ‘pelayan’ yang bertangung jawab kepada masyarakatnya).
i.       Teacher (mampu menjadi guru, pendidik, dan pengajar yang baik serta menjadi teladan bagi masyarakat/bawahannya).
Apabila kesembilan karakter tersebut sudah melekat sebagai sikap pada diri seorang pemimpin, ia akan menjadi seorang “Tokoh” atau “Master” yang dicintai, dikagumi, disegani dan melegenda, harum mewangi namanya dimata masyarakat, serta mampu mensejahterakan masyarakatnya. Maka, pemimpin/raja yang demikianlah yang berhak mendapat gelar sebagai Master Leadership.
Pada zaman bihari (dahulu) sebagaimana terungkap dalam naskah-naskah buhun lewat fakta filologis, fakta arkeologis, fakta sosial, maupun fakta mental dan fakta sastra, seorang figur pemimpin ideal yang namannya tetap melegenda dihati masyarakat maka digelari sebagai Prabu Siliwangi (raja yang harum namanya). Sebagai Master yang telah mumpuni, maka raja-raja besar diwaktu itu dibelakang namanya acap digelari: Maharaja, Raja Resi, Ratu Haji dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar